Tontonan Kekerasan: Dampak Negatif dan Cara Mengatasinya

News Berita

Tontonan Kekerasan: Dampak Negatif dan Cara Mengatasinya
TontonanKekerasanAnak
  • 📰 hariankompas
  • ⏱ Reading Time:
  • 77 sec. here
  • 11 min. at publisher
  • 📊 Quality Score:
  • News: 62%
  • Publisher: 70%

Artikel ini membahas dampak negatif tayangan kekerasan pada anak, termasuk peningkatan kecemasan, agresivitas, dan kerusakan otak. Artikel ini juga menjelaskan faktor-faktor yang dapat memicu perilaku kekerasan dan memberikan saran untuk meminimalkan dampak negatif media, seperti pembatasan waktu menonton dan pendampingan orangtua.

Membatasi waktu menonton anak jadi persoalan rumit bagi banyak orangtua di Indonesia. Padahal, ini menjadi cara meminimalkan paparan konten kekerasan pada anak.Apa saja dampak paparan tayangan kekerasan pada anak?Dari sisi regulasi, bagaimana situasi perlindungan anak dari tayangan kekerasan di media? Tontonan seram dan kekerasan dalam berbagai media bisa berdampak negatif pada seseorang, khususnya anak dan remaja.

Masalah sosial ekonomi juga bisa memicu perilaku kasar seseorang, seperti kemiskinan, keterbatasan akses layanan sosial, lemahnya dukungan sosial, dan diskriminasi. ”Tontonan kekerasan bisa menjadi pemicu perilaku agresif dan kasar saat diri sedang lelah, marah, atau tersakiti,” ucap Yayu. Sementara pada anak perempuan, perilaku tersebut tidak ditemukan. Hal ini tidak mengejutkan mengingat anak laki-laki umumnya lebih banyak terpapar konten kekerasan itu.

Acuan waktu menonton tersebut sepertinya sulit dipenuhi di Indonesia. Data Nielsen Consumer & Media View menunjukkan, pada kuartal pertama 2016, orang Indonesia rata-rata menonton televisi 4 jam 54 menit sehari. Tahun 2019 pada kuartal yang sama, lama waktu di depan televisi jadi 4 jam 59 menit per hari.

Dari sisi Kementerian Komunikasi dan Digital, Meutya melanjutkan, berbagai strategi untuk menjaga ruang digital dari konten negatif telah dilakukan, seperti blokir. Masyarakat umum juga bisa melaporkan penyebaran konten negatif kepada Kementerian Komunikasi dan Digital.

Masalah sosial ekonomi juga bisa memicu perilaku kasar seseorang, seperti kemiskinan, keterbatasan akses layanan sosial, lemahnya dukungan sosial, dan diskriminasi. ”Tontonan kekerasan bisa menjadi pemicu perilaku agresif dan kasar saat diri sedang lelah, marah, atau tersakiti,” ucap Yayu. Sementara pada anak perempuan, perilaku tersebut tidak ditemukan. Hal ini tidak mengejutkan mengingat anak laki-laki umumnya lebih banyak terpapar konten kekerasan itu.

Berita ini telah kami rangkum agar Anda dapat membacanya dengan cepat. Jika Anda tertarik dengan beritanya, Anda dapat membaca teks lengkapnya di sini. Baca lebih lajut:

hariankompas /  🏆 8. in İD

Tontonan Kekerasan Anak Dampak Media Perilaku Orangtua Pendampingan

Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama

Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.

Dampak Buruk Mengonsumsi Jeroan Sapi BerlebihanDampak Buruk Mengonsumsi Jeroan Sapi BerlebihanArtikel ini membahas tentang kandungan nutrisi jeroan sapi dan dampak buruk mengonsumsi jeroan secara berlebihan.
Baca lebih lajut »

Indonesia dan Vietnam Telah Melihat Manfaat Naturalisasi PemainIndonesia dan Vietnam Telah Melihat Manfaat Naturalisasi PemainArtikel ini membahas dampak positif naturalisasi pemain bagi Timnas Indonesia dan Vietnam.
Baca lebih lajut »

PBNU Minta Revisi UU Minerba Segera DisahkanPBNU Minta Revisi UU Minerba Segera DisahkanPBNU memutuskan untuk menerima izin tambang karena menilai dampak positifnya lebih besar dibandingkan dampak negatifnya.
Baca lebih lajut »

5 Dampak Luas Kebakaran Los Angeles Amerika Serikat5 Dampak Luas Kebakaran Los Angeles Amerika SerikatKebakaran Los Angeles, Amerika Serikat, menimbulkan dampak yang luas di masyarakat. Berikut dampak-dampak luas dari kebakaran di Los Angeles tersebut.
Baca lebih lajut »

Menerapkan Teori Perubahan dalam Birokrasi untuk PembangunanMenerapkan Teori Perubahan dalam Birokrasi untuk PembangunanArtikel ini membahas tentang prioritas pemerintah dalam menangani lima aspek pembangunan, yaitu perbaikan gizi, program ekonomi inklusif, penanganan ketimpangan digital, pemberdayaan perempuan, dan perbaikan efektivitas bantuan sosial. Artikel ini menyoroti pentingnya birokrasi yang inovatif, efektif, dan adaptif dalam implementasi program pembangunan. Namun, artikel ini juga menekankan perlunya konteks organisasi dan kelembagaan dalam penerapan teori perubahan. Secara spesifik, artikel ini menanyakan bagaimana birokrasi dapat berubah, siapa yang akan mendorong perubahan, peran organisasi masyarakat dalam perubahan, dan bagaimana digitalisasi dapat memperkuat masyarakat secara substansial.
Baca lebih lajut »

Dampak Keanggotaan BRICS dan OECD bagi IndonesiaDampak Keanggotaan BRICS dan OECD bagi IndonesiaArtikel ini membahas dampak keanggotaan Indonesia dalam organisasi kerja sama BRICS dan OECD. Meskipun keduanya bertujuan untuk mendorong kerja sama internasional, artikel ini menyelidiki potensi dampaknya terhadap keadilan, demokrasi, utang dan otoritarianisme di Indonesia. Artikel ini juga membandingkan kelemahan dan kekuatan BRICS dan OECD serta bagaimana kedua organisasi tersebut dapat memperkuat rantai pasokan ekonomi.
Baca lebih lajut »



Render Time: 2025-02-15 13:08:18