Mafia Peradilan Kembali Muncul, Putusan Bebas Penambang Ilegal Menguatkan Kecurigaan

Berita Berita

Mafia Peradilan Kembali Muncul, Putusan Bebas Penambang Ilegal Menguatkan Kecurigaan
Mafia PeradilanVonis JanggalPengadilan Tinggi Pontianak
  • 📰 mediaindonesia
  • ⏱ Reading Time:
  • 223 sec. here
  • 10 min. at publisher
  • 📊 Quality Score:
  • News: 110%
  • Publisher: 92%

Putusan bebas seorang warga negara asing asal Tiongkok yang melakukan penambangan ilegal menambah panjang daftar kasus vonis janggal yang dikeluarkan lembaga peradilan Indonesia. Kejanggalan ini semakin menguatkan kecurigaan publik akan adanya mafia peradilan yang merajalela di negeri ini.

Aroma tidak sedap kembali meruap dari ruang sidang. Para pengadil yang disebut sebagai wakil Tuhan itu kembali berulah. Lakon kali ini dimainkan oleh hakim di Pengadilan Tinggi Pontianak , Kalimantan Barat. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak pada Senin (13/1) mengabulkan banding warga negara asing (WNA) asal Tiongkok, Yu Hao, 49, pemilik perusahaan Pu Er Rui Hao Lao Wu You Xian Gong Si. Yu Hao dinilai tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan ilegal.

Atas penilaian tersebut, oleh majelis hakim yang memimpin sidang banding perkara tambang emas ilegal 774 kilogram yang merugikan negara hingga Rp1,02 triliun itu, Yu Hao dibebaskan. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Ketapang, Pontianak, memvonis Yu Hao dengan hukuman pidana 3,5 tahun dan denda Rp30 miliar.Putusan janggal yang dikeluarkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak itu menambah panjang daftar vonis janggal yang dikeluarkan lembaga peradilan. Putusan tersebut jelas menambah rasa jengkel publik lantaran dikeluarkan di tengah masih panasnya perdebatan soal vonis superringan yang dikeluarkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada kasus korupsi timah. Bulan lalu, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat hanya menjatuhi terdakwa kasus dugaan megakorupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada 2015-2022, Harvey Moeis, dengan hukuman pidana penjara 6,5 tahun. Vonis itu dinilai sangat tak sesuai dengan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus tersebut yang ditaksir mencapai Rp300 triliun. Sebelumnya, PN Surabaya juga mengeluarkan vonis aneh dengan membebaskan Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian Dini Sera Afrianti. Belakangan perkara itu menyeret para pengadil di kasus tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, ke meja hijau. Terakhir, mantan Ketua PN Surabaya juga telah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung karena diduga menerima suap terkait dengan pemberian vonis bebas Ronald tersebut.Berkaca dari kejanggalan di kedua kasus sebelumnya, bukan tidak mungkin putusan bebas terhadap penambang ilegal asal Tiongkok itu juga tidak murni dilatarbelakangi pertimbangan hukum. Jangan-jangan ada udang di balik batu. Patut diduga ada permainan di balik putusan tersebut. Vonis bebas penambang ilegal asal Tiongkok itu juga kian menguatkan kecurigaan publik perihal adanya mafia peradilan yang sudah begitu mencengkeram dan berlangsung secara sistematis di negeri ini. Semakin ke sini, semakin banyak pembuktian bahwa keberadaan mafia peradilan bukan sekadar rumor. Jika dicermati, sebenarnya kejanggalan kasus ini sudah terjadi sejak tuntutan. Bagaimana mungkin dengan kerugian negara yang mencapai Rp1 triliun, terdakwa hanya dikenai tuntutan 5 tahun dan denda Rp20 miliar. Ini jelas melecehkan akal sehat publik karena di tempat lain seorang warga Gunung Kidul, DIY, yang mencuri lima potong kayu untuk memenuhi tuntutan perut keluarganya, dituntut 5 tahun penjara.Sudah tuntutannya rendah, makin ditambah pula dengan vonis di pengadilan tingkat pertama, PN Ketapang, Pontianak, yang memberikan diskon hampir 50% dari tuntutan yakni 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp30 miliar subsider 6 bulan kurungan. Bahkan, kemudian berubah lagi menjadi vonis bebas pada persidangan banding di Pengadilan Tinggi Pontianak. Rangkaian kejanggalan itu kian mengabsahkan kecurigaan publik. Banyaknya putusan tak masuk akal dan sulit dicerna nalar yang dibuat para hakim di pengadilan sesungguhnya akan meruntuhkan wibawa pengadilan itu sendiri. Termasuk wibawa para pengadil. Hal ini tentu harus menjadi perhatian Mahkamah Agung (MA) demi menjaga muruah lembaga peradilan. MA harus lebih ketat mengawasi para hakim dan menindak keras hakim yang melanggar kode etik. Jangan sampai MA justru menjadi pusat dari pusaran mafia peradilan seperti dalam kasus Ronald Tannur. MA harus kembali menegaskan kepada hakim-hakimnya untuk tetap menjaga amanah dan jangan sampai menghilangkan kepercayaan publik. Bukan hanya MA, putusan janggal Pengadilan Tinggi Pontianak juga semestinya menjadi perhatian serius Komisi Yudisial (KY). Sebagai pengawas eksternal MA, semestinya KY segera mengusut tuntas kasus tersebut, bukan hanya menunggu laporan publik. Bongkar segera jika ditemukan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim. Publik berharap, baik MA maupun KY mampu menjalankan fungsi dengan sebenar-benarnya. Jangan jadikan lembaga peradilan sebagai pasar peradilan. Siapa yang punya duit dia yang menang. Setop aroma tidak sedap yang terus meruap dari lembaga peradilan. Betapa indahnya jika ada lebih banyak orang bisa memiliki kehidupan yang layak, ketika angka-angka kemiskinan yang semula mengimpit, perlahan-lahan berkurang. PENAHANAN oleh Kejaksaan Agung terhadap bekas Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono kian lebar membuka mata publik bahwa isu mafia peradilan masih dirawat di negeri in

Berita ini telah kami rangkum agar Anda dapat membacanya dengan cepat. Jika Anda tertarik dengan beritanya, Anda dapat membaca teks lengkapnya di sini. Baca lebih lajut:

mediaindonesia /  🏆 2. in İD

Mafia Peradilan Vonis Janggal Pengadilan Tinggi Pontianak Penambangan Ilegal Kejaksaan Agung

Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama

Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.

Pengungkapan Mafia Peradilan di PN Surabaya: Indikasi Sistem Peradilan yang KorupPengungkapan Mafia Peradilan di PN Surabaya: Indikasi Sistem Peradilan yang KorupKasus keterlibatan Eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono dalam dugaan mafia peradilan yang melibatkan pembebasan terdakwa Ronald Tannur menguak kembali masalah korupsi dalam sistem peradilan. Temuan uang Rp 21 miliar di kediaman Rudi semakin memperkuat dugaan keterlibatan mafia peradilan yang melibatkan pejabat pengadilan hingga MA. Kasus ini menjadi bukti betapa rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dan perlunya reformasi peradilan yang menyeluruh.
Baca lebih lajut »

Ketum PITI Minta MA Tinjau Kembali Putusan Pengadilan Terkait Sengketa MerekKetum PITI Minta MA Tinjau Kembali Putusan Pengadilan Terkait Sengketa MerekIpong pun meminta kepada MA untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan-putusan terkait merek PITI.
Baca lebih lajut »

Kronologi Vonis Bebas Ronald Tannur hingga Bongkar Mafia Peradilan di PN SurabayaKronologi Vonis Bebas Ronald Tannur hingga Bongkar Mafia Peradilan di PN SurabayaKasus Ronald Tannur membongkar borok mafia peradilan yang melibatkan hakim, ketua pengadilan, dan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
Baca lebih lajut »

Perbedaan Putusan dan Penetapan dalam Sistem Peradilan Indonesia, Simak Contoh KasusnyaPerbedaan Putusan dan Penetapan dalam Sistem Peradilan Indonesia, Simak Contoh KasusnyaMemahami perbedaan mendasar antara putusan dan penetapan pengadilan, termasuk definisi, karakteristik, proses, dan implikasi hukumnya.
Baca lebih lajut »

Mafia Peradilan Masih Berakar di IndonesiaMafia Peradilan Masih Berakar di IndonesiaKasus penahanan mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono dan peran para hakim dalam vonis bebas Ronald Tannur mengungkap kuatnya mafia peradilan di Indonesia.
Baca lebih lajut »

Ketua PITI Laporkan Putusan Pengadilan Niaga yang Dikarakan MafiaKetua PITI Laporkan Putusan Pengadilan Niaga yang Dikarakan MafiaKetua Umum Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Dr. Ipong Hembing Putra melaporkan putusan Pengadilan Niaga Pusat nomor 82/Pdt.Sus-HKI-Merek/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 12 Desember 2024 karena dikeluarkan tanpa adanya proses formal seperti undangan, panggilan, dan konfirmasi. Ipong menduga adanya mafia peradilan karena putusan ini keluar tanpa kehadirannya sebagai tergugat, setelah kasus merek PITI sudah pernah diputuskan dan dimenangkan olehnya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 26 Agustus 2024 dan juga dimenangkan di Mahkamah Agung melalui putusan kasasi nomor 618 K/Pdt.SusHKI/2024.
Baca lebih lajut »



Render Time: 2025-02-13 06:02:26