Artikel ini membahas sejarah sistem perpajakan di Indonesia, mulai dari masa kolonial hingga masa kini. Diungkap juga bagaimana sistem pajak di Indonesia saat ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan masih jauh dari tujuan penerapannya.
Selama puluhan tahun Indonesia menerapkan sistem perpajakan dengan memungut dari tiap transaksinya. Negara lain di dunia pun menggunakan pajak dalam membiayai penyelenggaraan bernegara seperti Kesehatan, Pendidikan hingga membangun infrastruktur. Di Indonesia , rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan masyarakat.
Penderitaan rakyat seharusnya tak serta merta ditunjukkan kepada negara, tapi juga pencipta sistem pajak pertama. Sekitar 300 SM peradaban Mesir yang dipimpin oleh Firaun menciptakan sistem pungutan negara kepada rakyat, yang kini dikenal sebagai sistem pajak. Firaun mengenakan pajak atas barang-barang, seperti gandum, tekstil, tenaga kerja, dan berbagai komoditas lain. Biasanya, hasil pungutan pajak dialihkan untuk modal pembangunan dan menjaga ketertiban sosial. Firaun tak menerapkan mekanisme sama rata dalam pemungutan pajak, tapi sistem penyesuaian. Maksudnya, besaran pajak disesuaikan dengan kemampuan finansial objek pajak. Ambil contoh ketika memungut pajak ladang. Firaun menetapkan pajak tinggi jika ladang tersebut sangat produktif atau memiliki hasil panen melimpah. Sementara yang non-produktif dikenakan pajak lebih rendah. Keberadaan sistem pajak membuat semua warga Mesir harus kerja ekstra supaya pendapatannya tidak habis hanya akibat pajak. Meski begitu, pada sisi lain sistem pajak ini sukses menambah pendapatan negara. Akhirnya, warisan pemungutan atau potongan penghasilan diterapkan banyak negara modern.Setelah ribuan tahun dicetuskan Firaun, sistem pajak baru hadir di Indonesia pada 1811. Kala itu, pajak diperkenalkan oleh Thomas Stanford Raffles yang datang ke Hindia Belanda atas nama Kerajaan Inggris. 'Raffles (1811-1816) adalah penguasa Barat pertama yang meletakkan dasar finansial negara kolonial baru di Indonesia. Inggris, dan koloninya, menurut dia, harus dibiayai dengan pajak. Konsep pajak dilahirkan olehnya,' tulis sejarawan Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang, Negeri yang Guncang (2018). Secara teori, Raffles menganggap Inggris memiliki hak atas semua tanah menggantikan kepemilikan raja-raja di Jawa. Dengan demikian, para petani yang memiliki tanah atau bekerja di tanah orang harus membayar pajak tanah.'Pajak tanah Raffles adalah atas petani individual dan bukan atas desa atau wilayah. Dan berupa uang,' tulis Ong Hok Ham. Meski begitu, Raffles tak merasakan hasil dari idenya menerapkan sistem pajak di Pulau Jawa. Sebab dia sudah harus pergi dari Hindia Belanda pada 1816. Setelahnya, pajak diterapkan secara ketat oleh para penguasa baru. Barulah tahun 1870, pemerintah kolonial memperkenalkan pajak pribadi, pajak usaha, hingga pajak jual beli. Lalu, target pajak juga tak hanya menjerat pribumi jelata, tapi juga orang Eropa dan pribumi kaya raya. Namun, tetap saja, pribumi menyumbang pajak terbesar ke pendapatan pemerintah Hindia Belanda. 'Kira-kira dasawarsa pertama abad ke-20, penduduk pribumi yang sebagian besar terkena pajak tanah, menyumbang 60% penghasilan Hindia Belanda,' tulis Ong. Namun, sistem pajak era kolonial hanya menguntungkan pemerintah. Sebab tak ada timbal balik dari negara, sehingga menimbulkan kesan kalau rakyat diperas pemerintah. Beranjak dari permasalahan ini, negara modern mengubah konsep pajak. Tak hanya untuk menambah pendapatan, tetapi sebagai sarana pemerataan dan peningkatan kesejahteraan. Masalahnya, 200 tahun lebih diterapkan di Indonesia, tujuan penerapan pajak masih jauh dari harapan. Malah, membuat rakyat makin menjerit karena tak mendapat timbal balik sepadan
Sistem Pajak Indonesia Sejarah Kolonial PPN Masyarakat Kesejahteraan
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Luhut Tinjau Pelaksanaan Sistem Pajak Coretax, Dorong Optimalisasi Potensi PajakKetua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengecek pelaksanaan sistem pajak baru, Coretax, di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Luhut mendukung implementasi Coretax yang diproyeksikan meningkatkan tax ratio Indonesia sebesar 2 persen poin dan menutup tax gap sebesar 6,4% dari PDB. Sistem Coretax diharapkan dapat menambah penerimaan negara dan membuka peluang mengoptimalkan potensi pajak hingga Rp 1.500 triliun dalam lima tahun ke depan.
Baca lebih lajut »
Simak! Ini Cara Daftar NPWP Lewat CoretaxPemerintah mengoperasikan sistem pajak baru bernama Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) mulai awal tahun ini.
Baca lebih lajut »
Pajak Sektor Digital Indonesia Tembus Rp32,32 Triliun di 2024Pemerintah Indonesia berhasil mengumpulkan Rp32,32 triliun dari sektor ekonomi digital pada tahun 2024. Penerimaan pajak ini berasal dari berbagai transaksi digital, termasuk pajak PMSE, pajak kripto, pajak fintech, dan pajak SIPP. Pemerintah terus aktif menunjuk pelaku usaha PMSE dan menggali potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya.
Baca lebih lajut »
Tantangan Implementasi Coretax: Kesederhanaan vs Keadilan dalam Sistem Pajak IndonesiaPeluncuran sistem perpajakan baru, Coretax, di Indonesia tahun 2025 diwarnai dengan berbagai tantangan. Komplexitas sistem, kurangnya panduan, dan minimnya waktu adaptasi menjadi beban bagi wajib pajak. Di samping itu, muncul pertanyaan tentang keseimbangan antara kesederhanaan sistem dan keadilan dalam pemungutan pajak.
Baca lebih lajut »
Pajak Minimum Global Berlaku di Indonesia Mulai Tahun Pajak 2025Mulai tahun pajak 2025, Indonesia akan menerapkan Pajak Minimum Global (PMG) sebagai bagian dari kesepakatan Pilar Dua G20 dan OECD. Ketentuan ini berlaku bagi wajib pajak badan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional dengan omzet konsolidasi global minimal 750 juta Euro. Wajib pajak tersebut akan dikenakan pajak minimum sebesar 15 persen di negara tempat perusahaan beroperasi.
Baca lebih lajut »
Wajib Pajak Kritik Coretax yang Bermasalah, DJP: Mohon Maaf, Kami Berupaya MemperbaikiSistem pajak canggih milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Coretax yang baru diimplementasikan pada 1 Januari 2025 mendapat kritikan dari wajib pajak.
Baca lebih lajut »