Artikel ini membahas dua metode pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu kodifikasi dan omnibus, yang tengah dipertimbangkan untuk merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Kedua metode ini dijelaskan secara detail beserta contohnya. Penjelasan juga diberikan mengenai perbedaan antara metode kodifikasi dan omnibus dalam konteks revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
Istilah kodifikasi dan omnibus kembali menjadi topik perbincangan dalam beberapa waktu terakhir. Pasalnya, kedua jenis metode pembentukan peraturan perundang-undangan itu tengah dipertimbangkan dalam merevisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada.
Sementara UU yang dibuat menggunakan metode kodifikasi salah satunya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. UU tersebut merupakan kodifikasi dari tiga UU, yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, serta UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota Legislatif.
Metode ini sama seperti yang digunakan ketika membuat UU No 7/2017 tentang Pemilu. Ketiga UU tentang pemilu, yaitu UU Pilpres, UU Penyelenggara Pemilu, dan UU Pileg, disatukan dan disederhanakan menjadi satu UU sebagai landasan hukum bagi pemilu serentak. Berlakunya UU No 7/2017 sekaligus mencabut ketiga UU yang isinya sudah dimasukkan dalam UU yang baru.
”Jadi, ada tiga UU yang digunakan, yakni UU No 7/2017 tentang Pemilu dan UU No 10/2016 tentang Pilkada tetap berlaku, ditambah revisi UU Pemilu,” kata Charles.Warga melintas di depan spanduk Sukseskan Pemutakhiran Data Pemilih di Cakung, Jakarta Timur, Juli 2024. Lebih jauh, ia khawatir penggunaan metode omnibus justru dimanfaatkan oleh pembentuk UU untuk hanya merevisi ketentuan-ketentuan yang menguntungkan. Padahal, ada banyak ketentuan dalam UU Pemilu dan UU Pilkada yang harus disempurnakan. Apalagi, ada putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Agung berkenaan dengan aturan main pemilu yang harus diadopsi dalam UU.
Pembahasan kedua UU itu idealnya juga diikuti dengan revisi UU Parpol. Dengan demikian, diharapkan sinkronisasi dan koherensi antara UU Pemilu dan UU Parpol dapat terwujud.Suasana peluncuran tahapan Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum, Selasa 24 Juni 2022. Istilah kodifikasi dan omnibus kembali menjadi topik perbincangan dalam beberapa waktu terakhir. Pasalnya, kedua jenis metode pembentukan peraturan perundang-undangan itu tengah dipertimbangkan dalam merevisi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada.
Sementara UU yang dibuat menggunakan metode kodifikasi salah satunya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. UU tersebut merupakan kodifikasi dari tiga UU, yakni UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, serta UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota Legislatif.
Metode ini sama seperti yang digunakan ketika membuat UU No 7/2017 tentang Pemilu. Ketiga UU tentang pemilu, yaitu UU Pilpres, UU Penyelenggara Pemilu, dan UU Pileg, disatukan dan disederhanakan menjadi satu UU sebagai landasan hukum bagi pemilu serentak. Berlakunya UU No 7/2017 sekaligus mencabut ketiga UU yang isinya sudah dimasukkan dalam UU yang baru.
”Jadi, ada tiga UU yang digunakan, yakni UU No 7/2017 tentang Pemilu dan UU No 10/2016 tentang Pilkada tetap berlaku, ditambah revisi UU Pemilu,” kata Charles.Warga melintas di depan spanduk Sukseskan Pemutakhiran Data Pemilih di Cakung, Jakarta Timur, Juli 2024. Lebih jauh, ia khawatir penggunaan metode omnibus justru dimanfaatkan oleh pembentuk UU untuk hanya merevisi ketentuan-ketentuan yang menguntungkan. Padahal, ada banyak ketentuan dalam UU Pemilu dan UU Pilkada yang harus disempurnakan. Apalagi, ada putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Agung berkenaan dengan aturan main pemilu yang harus diadopsi dalam UU.
PEMILU PILKADA Kodifikasi Omnibus UU REVISI
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Menimbang Metode Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada, Kodifikasi atau Omnibus?Perbincangan mengenai metode untuk merevisi UU Pemilu dan Pilkada terus berkembang. Muncul dua opsi, yakni metode kodifikasi dan omnibus. Apa perbedaannya?
Baca lebih lajut »
Metode Kodifikasi dan Omnibus dalam Revisi UU Pemilu dan UU PilkadaPembahasan mengenai metode kodifikasi dan omnibus mencuat dalam rencana revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Dua metode ini memiliki perbedaan dalam proses pembentukan UU, yaitu kodifikasi yang menyatukan beberapa UU menjadi satu dan omnibus yang mengubah aturan di berbagai UU tanpa mencabutnya. Artikel ini membahas perbedaan kedua metode tersebut serta contoh penerapannya.
Baca lebih lajut »
Perludem minta UU Pemilu-Pilkada diganti dengan UU Kitab Hukum PemiluPembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta agar Undang-Undang (UU) tentang Pemilu dan UU tentang Pilkada diintegrasikan ...
Baca lebih lajut »
PT 0 Lebih Baik Diakomodir Lewat Kodifikasi UU Ketimbang Omnibus LawPresidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden 0 sebagaimana yang diputuskan oleh MK lebih baik diakomodir lewat kodifikasi Undang-Undang UU Pemilu dan UU Pilkada
Baca lebih lajut »
Perludem Sebut RUU Pemilu Mendesak untuk DibahasIa juga memberi catatan pembahasan RUU Pemilu yang merupakan kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah harus dibarengkan waktunya dengan pembahasan Revisi UU Partai Politik
Baca lebih lajut »
Program Cooling System Jaga Suasana Damai Pemilu dan Pilkada RiauPemilihan umum dan Pilkada serentak di Provinsi Riau berjalan dengan aman dan lancar berkat program cooling system yang digagas Kapolda Riau, Irjen Pol Mohammad Iqbal. Program ini melibatkan berbagai pihak untuk menjaga kondusivitas keamanan dan ketertiban masyarakat selama proses pemilu.
Baca lebih lajut »