Pemberian nama anak merupakan keputusan penting yang dipikirkan orang tua. Nama tidak hanya sebagai identitas seumur hidup, tetapi juga mencerminkan makna mendalam dalam budaya, agama, dan harapan orang tua. Namun, seiring perkembangan zaman, tren pemberian nama yang unik dan berbeda mulai muncul.
Pemberian nama anak merupakan keputusan penting yang dipikirkan orang tua. Nama tidak hanya sebagai identitas seumur hidup, tetapi juga mencerminkan makna mendalam dalam budaya, agama, dan harapan orang tua. Namun, seiring perkembangan zaman, tren pemberian nama yang unik dan berbeda mulai muncul. Kementerian Dalam Negeri RI mengungkapkan beberapa nama unik yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa nama tersebut seperti Ni Ketut Citra Covida Karantina, Covid Hidayat, dan Muhammad Caesar Al Covid yang diduga merujuk pada tahun kelahiran anak di masa pandemi Covid-19. Ada juga nama-nama seperti Dinas Komunikasi Informatika Statistik, Benteng Republika, Muhammad Rufi Rupublik Indonesia, Mohammad Akbar Republik Indonesia Anshori, Raden Nakulo Republik Indonesia 1 Sakti Aji, dan Raden Sadewo Republik Indonesia 2 Sakti Aji. Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam unggahannya di media sosial menyatakan bahwa ada berbagai alasan orang tua memberikan nama unik ini, mulai dari lahir di masa pandemi, terinspirasi dari tempat kerja orang tua, hingga nuansa nasionalisme. Jean M Twenge, seorang psikolog dari San Diego State University yang meneliti 325 juta nama bayi kelahiran tahun 1880 sampai 2007 di Amerika Serikat, menunjukkan adanya penurunan drastis nama-nama umum sejak tahun 1950-an. Pada tahun 1950-an, 25 persen bayi laki-laki yang baru lahir diberi salah satu dari 10 nama paling populer, sementara pada tahun 2007, tren terus menurun hingga hanya 10 persen yang melakukannya. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa orang tua zaman dahulu menamai anak dengan nama sederhana agar mudah berbaur dengan lingkungan. Namun, seiring berjalannya waktu, orang tua cenderung memberikan nama yang lebih menonjol. Pergeseran generasi turut memengaruhi tren pemberian nama. Nama-nama anak dari orang tua generasi X dan generasi sebelumnya hampir tidak tertemukan pada anak yang dilahirkan orang tua generasi milenial. Ini tidak terlepas dari peningkatan sikap individualis pada generasi kekinian, berbeda dengan orang tua dahulu yang hidup berkelompok. Meskipun terjadi pergeseran komunal, generasi milenial tetap menginginkan agar anak-anak mereka menonjol. Kecil kemungkinan mereka memberi nama yang umum sehingga anaknya tidak perlu ’berbagi’ nama dengan teman sekelas.Di Indonesia pun, nama-nama seperti Siti, Budi, Joko, Sari, atau Adi sudah jarang ditemukan pada anak-anak zaman sekarang. Nama-nama tersebut mulai meninggalkan kesan tradisional dalam kosakata bahasa daerah dan cenderung memilih kosakata bahasa asing untuk disematkan pada anak mereka. Guru Besar Linguistik Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta Teguh Setiawan dalam risetnya terhadap nama-nama di kartu keluarga dan Sistem Informasi dan Koneksitas Desa (Sikdes) pada 2021 menyampaikan, anak-anak yang lahir dalam kurun tahun 2000 hingga 2020 di Jawa Tengah menunjukkan semakin banyak masyarakat Jawa yang tidak lagi menamai anaknya dengan kosakata bahasa Jawa. Mereka lebih banyak memilih kosakata bahasa Inggris dan bahasa Arab. Nama-nama Jawa seperti Tukiman, Sutinah, Paini, Endang, Bambang, atau Joko yang hanya satu kata sudah langka. Orang Jawa kini lebih banyak menamai anaknya Amanda, Aisyah, Farel, hingga David. Penggunaan kosakata nama diri dengan bahasa asing banyak ditemukan di wilayah perkotaan. Sementara di daerah perdesaan penggunaan kosakata bahasa asing tak sebanyak seperti di kota. Teguh meyakini, tren penggunaan bahasa asing untuk nama diri ini akan semakin meningkat dan akan menjadi tradisi baru yang akan mengubah sistem penamaan masyarakat Jawa. Tradisi ini perlahan akan berubah melalui masyarakat Jawa yang menjadi agen perubahan sosial
NAMA ANAK TREN Pemberian NAMA GENERASI MILENIAL BAHASA ASING KULTURAL
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Tren Pemberian Nama Unik dan Bahasa Asing di IndonesiaArtikel ini membahas tren pemberian nama unik dan asing yang semakin populer di Indonesia. Seiring perkembangan zaman, orangtua cenderung memberikan nama yang berbeda dari nama-nama umum, terkadang terinspirasi dari peristiwa, pekerjaan, atau bahkan nasionalisme. Penelitian menunjukkan penurunan drastis penggunaan nama umum sejak tahun 1950-an, di mana orangtua zaman sekarang lebih memilih nama yang menonjol dan individualistic. Tren ini juga terlihat pada penggunaan kosakata bahasa asing untuk nama anak, khususnya di perkotaan.
Baca lebih lajut »
Nama-nama yang Dilarang oleh Nabi Muhammad SAW untuk Diberikan pada AnakNabi Muhammad SAW mengajarkan pentingnya memberikan nama yang baik bagi anak-anak. Beberapa nama bahkan secara tegas dilarang beliau. Apa saja?
Baca lebih lajut »
Adabnya Coreng Nama TNI, Deddy Corbuzier Bisa Dijerat Hukum Militer Imbas Damprat Anak-anak Penerima MBG'...bahkan berlaku padanya hukum pidana militer.'
Baca lebih lajut »
Twibbon Tahun Baru 2025: Tren Unik untuk Merayakan Pergantian TahunTwibbon, bingkai foto digital, menjadi tren populer untuk menyambut Tahun Baru 2025. Dengan desain menarik, twibbon mempercantik unggahan media sosial dan menyampaikan pesan penuh makna.
Baca lebih lajut »
Daftar Nama Paling Banyak di KTP dan Nama Bayi Terpopuler pada 2024Nama-nama seperti Nurhayati dan Sutrisno jadi nama paling banyak dipakai di Indonesia. Namun, nama ini kontras dengan nama bayi terpopuler saat ini.
Baca lebih lajut »
Tren Kecantikan Unik, Kuping 'Caplang' Haerin NewJeans Jadi Inspirasi Filler di KoreaFiller ini disebut sebagai 'filler telinga peri' atau 'fairy ear filler' karena dapat memberikan kesan seperti peri.
Baca lebih lajut »