Pengamat menilai sistem proporsional tertutup tidak mampu mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat karena yang menentukan calon itu adalah ketua partai sehingga tidak sesuai dengan sistem kedaulatan rakyat.
Wacana soal sistem pemilu proporsional tertutup atau sistem coblos partai mencuat setelah muncul permohonan pengujian beberapa pasal dalam Undang-undang pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon menilai sistem proporsional terbuka dapat mengoyak rasa persatuan dan kesatuan di masyarakat karena menimbulkan polarisasi.
"Harus diingat bahwa asas pemilu itu langsung, rakyat yang langsung memilih siapa perwakilannya, bukan ketua partai. Oleh karena itu, sudah nggak sesuai. Sistem proporsional tertutup juga nggak pas dengan budaya politik kita di partai Sebab demokrasi internal hampir tidak hidup di dalam tubuh partai," kata Feri.
Menurutnya rakyat semestinya diberi ruang untuk menyeimbangkan dominasi ketua partai. Dia berharap Mahkamah Konstitusi konsisten dengan putusan yang dikeluarkan tahun 2008 sehingga tidak akan mengabulkan gugatan yang tengah diajukan untuk mengubah sistem pemilihan umum proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, Titi menyarankan adanya penegakan hukum yang efektif untuk mencegah pemilih terpapar politik uang, dan bagaimana menyiasati agar pemilih tidak kesulitan menghadapi sistem yang rumit.Titi melihat pemilu 2024 memang dirancang dengan persiapan yang merujuk sistem proporsional terbuka.
Menurutnya, gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk menentukan sistem pemilu yang harus dipakai Indonesia sama saja dengan meminta lembaga tinggi negara tersebut mengambil peran sebagai pembentuk undang-undang. Mahkamah Konstitusi, ujarnya, bisa menginstruksikan agar pilihan sistem pemilu yang diambil bisa meminimalisir efek-efek negatifnya.
Selain itu, lanjut Hasto, sistem pemilu ini juga mendorong proses kaderisasi di internal parpol dan meminimalisir kecurangan pemilu.Sementara itu Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasional Demokrat Willy Aditya mengatakan alasan sistem proporsional terbuka dipakai saat ini karena bangsa Indonesia memiliki trauma terhadap sistem proporsional tertutup yang berlaku di zaman Orde Lama dan Orde Baru.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Pengamat Sebut Sistem Proporsional Tertutup Jadi Pemicu Kemunduran DemokrasiPengamat politik Universitas Jember Muhammad Iqbal sebut sistem proporsional tertutup pada pemilu akan menjadi pemicu lonceng kematian demokrasi di Indonesia.
Baca lebih lajut »
Pengamat Politik UGM Ungkap Kelebihan Pileg Sistem Proporsional Tertutup: Sistemnya SederhanaPengamat politik UGM Mada Sukmajati berkomentar terkait wacana penerapan sistem proporsional tertutup pada pemilu legislatif (Pileg) 2024.
Baca lebih lajut »
Jubir PKB: Sistem Proporsional Tertutup Hambat Regenerasi PolitisiJubir PKB: Sistem Proporsional Tertutup Hambat Regenerasi Politisi sistemproporsionaltertutup
Baca lebih lajut »
Pengamat: Pemilu 2024 paling tepat terapkan proporsional tertutupPengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengatakan Pemilu 2024 paling tepat menerapkan sistem proporsional ...
Baca lebih lajut »
Banyak Ahli Sarankan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup karena Lebih Sederhana, Kata Pakar UGMPakar ilmu politik UGM Yogyakarta menilai sistem pemilu proporsional tertutup lebih baik diterapkan dalam pemilu di Indonesia karena lebih sederhana dan efisien.
Baca lebih lajut »
PDIP Nilai Sistem Proporsional Tertutup Dorong Terpilihnya Wakil Rakyat yang KompetenPDIP berpendapat pemilihan umum (pemilu) dengan sistem proporsional tertutup akan mendorong pihak yang kompeten untuk terpilih sebagai wakil rakyat.
Baca lebih lajut »