Warga Rempang dihadapkan pada aksi represif kepolisian yang justru menindas mereka yang berjuang mempertahankan hak hidup mereka. Bentrokan antara warga dan pekerja proyek Rempang Eco City menunjukkan keberpihakan polisi yang lebih kuat kepada pihak pengembang.
DI Pulau Rempang , semboyan kepolisian untuk mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat tampak hanya slogan kosong. Dalam menangani bentrokan antara warga dan pekerja proyek Rempang Eco City di Batam, Kepulauan Riau, polisi justru menunjukkan keberpihakan kepada kelompok yang lebih kuat, bukan kepada rakyat yang berusaha mempertahankan hak hidupnya.
Puncak ketidakadilan itu terlihat pada 6 Februari 2025, ketika Kepolisian Resor Kota Barelang menetapkan tiga warga Rempang—Siti Hawa, 67 tahun, Sani Rio (37), dan Abu Bakar (54)—sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perampasan kemerdekaan orang lain. Tuduhan polisi itu muncul setelah peristiwa 17 Desember 2023, ketika warga mempertanyakan tindakan petugas keamanan PT Makmur Elok Graha (MEG)—pengembang Rempang Eco City—yang mencabuti poster-poster penolakan atas proyek tersebut. Seorang petugas keamanan dibawa warga untuk dimintai keterangan. Warga akhirnya bersedia melepaskan petugas keamanan tersebut dengan jaminan bahwa perusakan poster tidak lagi terjadi. Alih-alih berperan sebagai penengah, polisi justru mengincar warga Rempang sebagai biang kerusuhan. Bahkan, ketika puluhan petugas PT MEG datang dan menyerang warga hingga bentrokan pecah, polisi hanya menindak warga. Polisi menuduh sejumlah warga sebagai pelaku penyanderaan petugas, sedangkan para petugas PT MEG yang menyerang warga tak turut diperiksa. Tuduhan penyanderaan yang diarahkan kepada seorang perempuan lanjut usia makin menegaskan adanya upaya kriminalisasi terhadap mereka yang menolak proyek Rempang Eco City. Celakanya, ini bukan pertama kalinya kepolisian bertindak represif terhadap warga Rempang. Pada September 2023, aparat membubarkan aksi protes warga dengan tembakan gas air mata dan meriam air. Akibatnya, puluhan orang mengalami luka-luka. Belasan siswa serta guru harus dilarikan ke rumah sakit akibat sesak napas. Represi ini menunjukkan bagaimana kepolisian terus berada di pihak pengembang dan penguasa, sementara masyarakat yang mempertahankan haknya justru dikriminalkan. Di balik kekerasan aparat di lapangan, pejabat pemerintah di belakang meja pun gagal menyelesaikan akar masalahnya: pengabaian hak warga Rempang yang telah bermukim di sana selama puluhan tahun. Jika masalah mendasar ini tidak diselesaikan, konflik antara warga dan pengembang besar kemungkinan akan terus berlanjut. Ombudsman Republik Indonesia menemukan indikasi maladministrasi oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam), yang mengalokasikan lahan untuk proyek tanpa sertifikat hak pengelolaan dari Badan Pertanahan Nasional. Artinya, proyek ini dijalankan di atas tanah yang tidak clean and clear secara hukum. Agar tragedi Rempang tidak berulang, pemerintah harus mengevaluasi proyek Rempang Eco City secara menyeluruh. Sudah jelas proyek ini bermasalah, baik secara hukum maupun sosial. Jika Presiden Prabowo Subianto benar berpihak kepada rakyat, seperti yang kerap dia dengungkan selama masa kampanye pemilihan presiden, tidak ada alasan untuk melanjutkan proyek strategis nasional di Rempang—juga di tempat lain—yang jelas-jelas merampas ruang hidup warga sekitarnya
POLISI REPRESI REMPANG EKOKITTY PEMERINTAH KELUARGA
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Tiga Warga Rempang termasuk Lansia Nenek Awe jadi Tersangka akibat Tolak PSN Rempang Eco CityKetiga warga Rempang yaitu Siti Hawa alias Nenek Awe, Sani Rio, dan Abu Bakar alias Pak Aceh menjadi tersangka dengan tuduhan perampasan kemerdekaan.
Baca lebih lajut »
3 Warga Rempang yang Dijadikan Tersangka Belum Pernah Diperiksa PolisiJPNN.com : Kapolresta Barelang Kombes Heribertus Ompusunggu menyebut 3 warga Rempang yang jadi tersangka belum pernah diperiksa. LAM bakal surati Presiden Pr
Baca lebih lajut »
Walhi Sayangkan Pelibatan Militer untuk Percepatan PSN di RempangPercepatan PSN Rempang Eco City melibatkan korem setempat telah dikonfirmasi oleh BP Batam. Dibungkus kerja sama ketahanan pangan dukung Program MBG?
Baca lebih lajut »
Warga Melayu Rempang Minta Prabowo Evaluasi dan Batalkan PSN Eco CityWarga meminta Prabowo memasukkan PSN Rempang Eco City menjadi proyek yang dievaluasi, bahkan dibatalkan.
Baca lebih lajut »
LHKP Muhammadiyah Kritik PSN Rempang Eco City, Desak RUU Masyarakat Adat Segera DisahkanKajian LHKP PP Muhammadiyah, menemukan pola manipulasi antara penguasa dan pengusaha yang menggunakan perundangan sebagai alat untuk mengesampingkan hak warga,'
Baca lebih lajut »
Kehampaan Hak di Balik PSN Rempang Eco City Menuntut Evaluasi MendalamKajian LHKP PP Muhammadiyah menemukan kehampaan hak di proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City. Kajian ini mendesak pemerintah untuk membatalkan PSN yang merugikan masyarakat. Pelanggaran hukum dan HAM, serta krisis lingkungan menjadi sorotan utama. LHKP PP Muhammadiyah menyoroti ketidakadilan sosial dan pelanggaran hak-hak konstitusional warga. Sejumlah rekomendasi disampaikan, termasuk pengakuan hak tanah masyarakat adat, perlindungan HAM, dan evaluasi investasi yang melanggar prinsip-prinsip tersebut.
Baca lebih lajut »