Seimbang merangkul modernitas dan menghormati warisan budaya, kita dapat melampaui kesepian di kerumunan kolektif.
Konsep ”kerumunan yang kesepian”, seperti yang diartikulasikan oleh sosiolog David Riesman dalam karya pentingnya,, menggambarkan sebuah masyarakat di mana individu-individu, meskipun dikelilingi oleh orang lain, mengalami keterasingan dan keterputusan yang mendalam.
Globalisasi telah mengintensifkan dinamika ini. Masuknya budaya, ide, dan nilai-nilai asing telah menciptakan lanskap yang kompleks yang menyebabkan identitas tradisional ditantang. Anonimitas kehidupan kota, ditambah dengan tekanan kompetisi, sering kali menyebabkan rasa keterputusan dan keterasingan. Saat individu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat global, mereka dapat menekanKonflik internal ini menyiratkan gejolak ”kerumunan yang kesepian”. Fenomena semacam ini sebenarnya telah diilustrasikan dengan tajam dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer, yang mengeksplorasi tema-tema keterasingan dan identitas dalam narasinya.
Platform digital memungkinkan berkembangnya beragam ekspresi budaya, yang memungkinkan individu mengeksplorasi dan menegaskan identitas mereka dengan cara yang sebelumnya tidak terbayangkan. Namun, pada saat yang sama, keterlibatan digital ini sering kali tidak memiliki kedalaman dan keaslian yang ditemukan dalam interaksi tatap muka/perjumpaan fisik., individu-individu ini mungkin merasa terdorong untuk menyesuaikan diri dengan ekspektasi masyarakat, yang semakin memperdalam rasa keterasingan.
Selain itu, pendidikan juga berperan penting dalam proses perumusan ulang ini. Dengan memasukkan subyek sejarah, budaya, musik, dan bahasa lokal ke dalam kurikulum nasional, misalnya, Indonesia dapat menanamkan rasa bangga dan memiliki di kalangan generasi muda. Pendekatan pendidikan ini mendorong siswa untuk menghargai latar belakang masing-masing yang beragam sambil menumbuhkan identitas kolektif yang melampaui perbedaan regional dan etnis.
Implikasi filosofis dari ”kerumunan orang yang kesepian”juga meluas melampaui sosiologi hingga ke pertanyaan eksistensial tentang sifat identitas itu sendiri. Karya-karya filsuf eksistensialis seperti Jean-Paul Sartre dalam memberikan wawasan yang berharga tentang kondisi manusia dalam menghadapi keterasingan.
Perubahan Sosial Identitas Budaya Andreas Maurenis Putra Kesepian Sosial
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Ibu di Singapura Dipenjara 13 Bulan Usai Cambuk Anak Laki-lakinya Pakai Ikat Pinggang 100 KaliPengadilan di Singapura sengaja tidak mempublikasi identitas pelaku guna melindungi identitas korban.
Baca lebih lajut »
Deretan musisi Synchronize Fest 2024 angkat identitas musik IndonesiaAjang pertunjukan musik Synchronize Fest kembali digelar tahun ini dengan mengusung tema “Together Bersama” yang mengangkat semangat kebersamaan ...
Baca lebih lajut »
Identitas Mayat WNA di Pantai Anyer Ternyata Asal Yunani, Nikah Siri di IndonesiaIdentitas Mayat WNA di Pantai Anyer Diketahui
Baca lebih lajut »
Bergembira Meraba Identitas IndonesiaMembaca mendalam membuat anak tidak sekadar ”mengunyah” kata-kata. Namun, mengajak mereka masuk dan memahami isi bacaan.
Baca lebih lajut »
HUT ke-33, Surveyor Indonesia Rayakan Inovasi, Keberlanjutan dan Identitas PerusahaanJPNN.com : Syukuran ulang tahun ke-33 PT Surveyor Indonesia digelar sebagai bagian dari rangkaian yang sudah dimulai pada Juli hingga Agustus ini.
Baca lebih lajut »
Surveyor Indonesia The Guardian of Assurance Rayakan Inovasi, Keberlanjutan dan Identitas PerusahaanPT Surveyor Indonesia luncurkan berbagai inovasi terkait proses bisnis dan layanan jasa.
Baca lebih lajut »