Kementerian Pertanian menyatakan bahwa neraca produksi, konsumsi, dan ekspor kelapa masih surplus, sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi. Meskipun produksi kelapa butiran mengalami penurunan, surplus tersebut tetap terjaga.
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Pertanian atau Kementan menyebutkan neraca produksi, konsumsi, dan ekspor kelapa masih surplus, sehingga seharusnya kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi. Kementan juga menyatakan pembatasan ekspor kelapa bulan yang diminta Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia memerlukan kajian mendalam.
“Produksi kelapa butiran memang turun. Namun neraca produksi, konsumsi, dan ekspor kelapa pada 2023 dan 2024 masih surplus,” ujarnya kepadaElbi Pieter menunjukkan kelapa yang hampir tuntas diolah menjadi kopra di Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, pada Sabtu . Harga kopra yang saat ini mencapai Rp 14.000 per kilogram dinilai sedang menguntungkan.
Menurut Heru, faktor-faktor penyebab tersebut saling terkait. Sentra produksi kelapa terbesar di Indonesia adalah Riau, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah. Namun, sebagian besar pabrik pengolahan kelapa tidak berada di daerah-daerah sentra tersebut. Oleh karena itu, lanjut Heru, diperlukan kebijakan strategis untuk mendorong pembangunan fasilitas hilirisasi kelapa di sentra-sentra produksi. Selain itu, infrastruktur logistik juga perlu diperkuat. Dengan begitu, biaya dan risiko dapat dikurangi.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum HIPKI Amrizal Idroes berpendapat, selama ini data kelapa di Indonesia tidak menunjukkan kondisi riil komoditas tersebut. Jika sudah terbangun baik, data tersebut pasti dapat bermanfaat dalam pengambilan kebijakan yang lebih tepat. Sekretaris Direktoral Jenderal Perkebunan Kementan Heru Tri Widarto, Jumat , mengatakan, rerata produksi kelapa nasional pada 2020-2024 turun 0,65 persen. Produksi kelapa pada 2024 juga diperkirakan turun dibandingkan tahun lalu.
Heru menjelaskan, berdasarkan hasil Survei Ekonomi Nasional 2023 Badan Pusat Statistik, rerata konsumsi per kapita kelapa pada 2023 sebanyak 4,23 butir atau 1,1 miliar butir per tahun. Sementara kebutuhan bahan baku industri pengolahan kelapa sebanyak 9,1 miliar butir, volume ekspor kelapa bulat 292 juta butir, dan volume ekspor kelapa muda 186.000 butir.
Hal itu menyebabkan pengolahan kelapa di daerah sentra produksi kelapa belum optimal. Salah satu indikatornya adalah harga kelapa di daerah-daerah sentra belum beranjak baik. Pada 2023, misalnya, harga rerata kelapa bulat di tingkat petani di Riau dan Sulawesi Utara masing-masing Rp 2.911 per kilogram dan Rp 987 per kg.
Kelapa Surplus Produksi Konsumsi Ekspor Indonesia
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Kementan: Neraca Kelapa Masih Surplus, Pembatasan Ekspor Perlu KajianPembatasan ekspor kelapa bulat memerlukan kajian lebih lanjut terkait kebutuhan industri, ekspor, dan konsumsi secara valid.
Baca lebih lajut »
Neraca Perdagangan Surplus Lagi, BI: Bisa Topang Ketahanan EkonomiSurplus neraca perdagangan yang lebih tinggi terutama bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas.
Baca lebih lajut »
Kementan: Perlu kerja sama strategis tingkatkan industri kelapa sawitKementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, diperlukan wujud nyata dari sinergi petani sawit, pengusaha, industri, dan pemerintah guna memastikan industri ...
Baca lebih lajut »
Industri Pengolahan Kelapa Nasional KritisDi saat program hilirisasi kelapa mulai bergulir, industri pengolahan kelapa nasional justru kritis. Pelaku industri usulkan ekspor kelapa bulat dibatasi.
Baca lebih lajut »
Kepala Daerah Dipilih DPRD Tidak Menjamin Kurangi Biaya PolitikAlasan biaya politik tinggi yang dijadikan dasar Presiden Prabowo untuk mengganti pemilihan kepala daerah melalui DPRD dinilai tidak tepat
Baca lebih lajut »
BPH Migas Buka Posko Nataru 2024/2025 untuk Menjamin Ketersediaan EnergiBPH Migas resmi membuka posko Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025 yang akan bertugas selama 20 hari untuk memastikan ketersediaan dan distribusi BBM, gas, listrik, serta antisipasi kebencanaan geologi selama periode Nataru.
Baca lebih lajut »