Berita penganiayaan terhadap tenaga kesehatan kembali menggemparkan publik. Artikel ini membahas isu kekerasan terhadap tenaga kesehatan, regulasi yang ada, dan perlunya perubahan sistemik untuk memastikan perlindungan dan rasa aman bagi tenaga medis
Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan oleh berita penganiayaan terhadap seorang dokter muda (koas). Pemicunya terkait pengaturan jaga. Penganiayaan tenaga kesehatan memang makin marak akhir-akhir ini. Tahun lalu, dua dokter magang di Lampung Barat dihajar pasien dan keluarganya hanya karena tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Pada tahun yang sama, seorang dokter paru dibunuh di rumahnya di Papua.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 2022 melaporkan tentang peningkatan kasus kekerasan terhadap tenaga medis sebesar 30 persen. Kekerasan ini menciptakan dampak psikologis, termasuk stres, kecemasan, dan keinginan meninggalkan profesi mereka. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyebutkan bahwa dalam satu tahun pengamatan terjadi delapan kasus kekerasan fisik serius terhadap perawat. Kasus-kasus tersebut meliputi pengeroyokan oleh keluarga pasien, penyiraman bensin, hingga pembacokan. Di lapangan, kasus yang tidak dilaporkan lebih banyak lagi. Apalagi dalam bentuk kekerasan verbal seperti pelecehan, penghinaan, dan bentuk humiliasi lain.Regulasi, bukan macan kertas Tenaga kesehatan memegang peranan sangat vital dalam sistem ketahanan kesehatan nasional. Mereka berada di garis terdepan dalam memberikan pelayanan medis dan menyelamatkan nyawa manusia. Mereka juga berperan vital saat negeri menghadapi krisis kesehatan, mulai bencana alam hingga pandemi. Karena peran krusial tersebut, melindungi tenaga kesehatan bukan hanya merupakan kewajiban moral, melainkan juga langkah strategis untuk memastikan keberlanjutan dan kualitas layanan kesehatan secara keseluruhan. Untuk itu, perlindungan hukum adekuat bagi tenaga kesehatan mestinya menjadi harga mutlak. Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan yang memberikan landasan hukum perlindungan tenaga kesehatan. Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 Pasal 273 Ayat (1) huruf a memberikan hak perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan yang menjalankan praktik sesuai standar profesi, standar pelayanan, dan etika profesi. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan mempertegas kewajiban pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pimpinan fasilitas kesehatan untuk memberikan perlindungan hukum kepada kesehatan. Perlindungan ini mencakup konsultasi hukum, pendampingan dalam sengketa, pencegahan pelanggaran hukum, dan penegakan etika serta disiplin profesi. Pasal 731 Ayat (1) menegaskan perlindungan terhadap tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan dari pasien, keluarga pasien, ataupun rekan kerja. Hak atas keselamatan kerja juga dijamin dalam Pasal 273 Ayat (1) huruf d. Ini termasuk perlindungan dari perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 273 Ayat (1) huruf f dan Pasal 731 Ayat (1) PP Kesehatan. Ketentuan ini mencakup tindakan kekerasan fisik ataupun nonfisik, dengan hak bagi tenaga kesehatan untuk menghentikan pelayanan jika menghadapi perlakuan tersebut. Dengan beragam regulasi tersebut, seharusnya tenaga kesehatan memperoleh perlindungan dan rasa aman saat menjalankan tugas. Namun, faktanya tidak demikian. Peraturan sudah ada, tetapi implementasinya tidak berjalan adekuat. Tanpa langkah-langkah konkret ini, regulasi yang ada hanya akan menjadi ”macan kertas” yang tidak mampu memberikan rasa aman bagi tenaga medis dan kesehatan. Masih sering ditemukan kasus kekerasan terhadap tenaga kesehatan yang tidak ditindaklanjuti dengan proses hukum yang tegas. Banyak pelaku kekerasan hanya mendapatkan sanksi ringan atau bahkan lolos dari pertanggungjawaban hukum. Apalagi apabila kasusnya hanya terkait pelecehan atau kekerasan verbal. Ini menimbulkan kesan bahwa perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan masih sebatas formalitas. Pada saat bersamaan, dukungan instansi tempat tenaga kesehatan bekerja juga sering kali tidak maksimal. Saat tenaga kesehatan berhadapan dengan sengketa atau litigasi hukum, tidak banyak instansi yang memberikan pendampingan hukum. Bahkan cenderung membiarkan stafnya berjalan sendiri menghadapi persoalannya. Padahal persoalan itu timbul saat sang anggota staf menjalankan tugas pada instansinya. Berdasarkan regulasi yang ada, pemerintah dan instansi terkait harus terlibat aktif untuk memastikan bahwa tenaga kesehatan mendapatkan perlindungan layak, baik secara hukum, fisik, maupun psikologis. Tanpa langkah-langkah konkret ini, regulasi yang ada hanya akan menjadi ”macan kertas” yang tidak mampu memberikan rasa aman bagi tenaga medis dan kesehatan.Dahulu, profesi dokter dan tenaga kesehatan adalah simbol prestise dan dedikasi yang luar biasa. Mereka adalah sosok yang sangat dihormati di masyarakat. Dalam setiap acara atau kesempatan resmi, mereka selalu ditempatkan di barisan depan sebagai tanda penghormatan. Kontribusi mereka untuk menyelamatkan nyawa manusia diakui dengan penuh apresiasi. Namun, seiring dengan berkembangnya sistem pendidikan kesehatan, jumlah dokter dan tenaga kesehatan meningkat secara signifikan. Peningkatan kuantitas ini tidak diimbangi dengan peningkatan apresiasi masyarakat. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Profesi dokter dan tenaga kesehatan mulai dianggap sebagai sesuatu yang ”umum” dan ”biasa”. Pandangan ini mengurangi penghormatan dan apresiasi terhadap mereka. Rendahnya apresiasi ini menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya penghinaan, pelecehan, dan kekerasan terhadap mereka.Rendahnya penghargaan terhadap tenaga kesehatan diperburuk oleh kebijakan pemerintah yang tidak memberikan kesejahteraan memadai bagi mereka. Banyak tenaga kesehatan, terutama di daerah terpencil, harus bertahan hidup dengan pendapatan yang jauh dari cukup. Mereka harus mencari pekerjaan tambahan, seperti menjadi makelar, membuka praktik alternatif, atau berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Fenomena ini tidak hanya melemahkan fokus mereka terhadap pekerjaan utama, tetapi juga menurunkan persepsi masyarakat terhadap profesi mereka. Apresiasi masyarakat terhadap profesi apa pun, termasuk dokter dan tenaga kesehatan, sangat dipengaruhi oleh bagaimana profesi tersebut dilihat dalam konteks sosial dan ekonomi. Ketika profesi ini dianggap sebagai pekerjaan dengan kesejahteraan rendah dan perlindungan minim, persepsi masyarakat cenderung berubah menjadi kurang menghargai. Pemerintah berperan penting untuk mengembalikan kehormatan profesi ini. Kebijakan yang mendukung kesejahteraan tenaga kesehatan, seperti gaji yang layak, insentif untuk tugas di daerah terpencil, serta perlindungan hukum yang tegas, harus diimplementasikan secara efektif. Jika tidak ada perubahan, risiko menurunnya motivasi dan kualitas layanan kesehatan dari tenaga medis akan menjadi ancaman nyata bagi sistem kesehatan Indonesia.Kurangnya edukasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban pasien serta prosedur layanan kesehatan turut memperburuk situasi. Kondisi ini menciptakan ketidakpahaman yang berujung pada konflik atau kekerasan terhadap tenaga kesehatan. Masyarakat mestinya menyadari bahwa tenaga kesehatan adalah individu yang sedang menjalankan tugas profesional berdasar standar profesi, etika, dan hukum. Mereka bekerja untuk negara dan atas nama negara. Sama seperti polisi atau tentara yang menjalankan tugas negara, tenaga kesehatan juga layak mendapatkan penghormatan dan apresiasi atas peran penting mereka. Menghumiliasi atau bahkan menganiaya mereka tidak hanya mencerminkan kurangnya rasa hormat terhadap profesi tersebut, tetapi juga menunjukkan sikap pelecehan terhadap petugas negara yang sementara menjalankan tugas negara. Kekerasan atau pelecehan terhadap tenaga kesehatan pada akhirnya akan berdampak pada kualitas layanan yang diberikan. Tenaga kesehatan yang merasa tidak dihargai dan tidak aman dalam menjalankan tugas akan kehilangan semangat untuk memberikan pelayanan terbaik. Edukasi publik harus menjadi prioritas, dengan menyampaikan pesan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan bukan hanya tindakan tidak bermoral, tetapi juga melanggar hukum. Pemerintah harus meningkatkan edukasi publik tentang pentingnya peran tenaga kesehatan. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media, mulai dari kampanye digital hingga program pada fasilitas pelayanan kesehatan. Budaya penghargaan terhadap tenaga kesehatan harus ditanamkan kembali di masyarakat. Ini bisa dimulai dengan program-program apresiasi terhadap tenaga kesehatan di tingkat lokal ataupun nasional, seperti pemberian penghargaan untuk tenaga kesehatan berprestasi atau kampanye penghormatan terhadap mereka yang telah mengabdi di garis depan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat dapat melihat tenaga kesehatan bukan sebagai obyek kritik atau frustrasi, tetapi sebagai mitra yang bekerja keras demi kesehatan mereka. Edukasi publik harus menjadi prioritas, dengan menyampaikan pesan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan bukan hanya tindakan tidak bermoral, tetapi juga melanggar hukum. Kampanye-kampanye melalui media sosial, televisi, dan radio dapat menjadi sarana efektif untuk mengubah persepsi masyarakat.terhadap kekerasan. Hal ini dapat dimulai dengan memasang papan pengumuman yang menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan, baik verbal maupun fisik, tidak akan ditoleransi. Kebijakan ini harus didukung oleh sistem pelaporan yang transparan dan tindakan hukum yang tegas.Persoalan perlindungan tenaga kesehatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu atau dua kebijakan. Diperlukan perubahan sistemik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, rumah sakit, organisasi profesi, dan masyarakat. Perlu ada upaya konkret yang serius, yang bergerak dari wacana menjadi komitmen. Pemerintah harus menunjukkan komitmennya dengan memberikan prioritas pada isu ini, baik melalui kebijakan maupun anggaran. Rumah sakit juga perlu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi tenaga kesehatan. Organisasi profesi IDI dan PPNI dapat membantu dengan memberikan dukungan hukum dan psikologis bagi anggotanya yang menjadi korban kekerasa
Kekerasan Tenaga Kesehatan Perlindungan Hukum Edukasi Publik Kesejahteraan Tenaga Kesehatan Regulasi Kesehatan
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Kekerasan Terhadap Tenaga Kesehatan: Saatnya Mengubah Persepsi dan KebijakanArtikel ini membahas tentang meningkatnya kasus kekerasan terhadap tenaga kesehatan di Indonesia, dampak psikologisnya, serta pentingnya perlindungan hukum dan peningkatan apresiasi masyarakat. Terdapat regulasi yang melindungi tenaga kesehatan, namun implementasinya masih lemah. Artikel ini juga menyoroti perlunya edukasi publik tentang hak dan kewajiban pasien, serta pentingnya mengubah persepsi masyarakat terhadap profesi kesehatan.
Baca lebih lajut »
Perubahan Iklim Melemahkan Ekonomi dan Keamanan Perempuan, Menurut KomnasKomnas Perempuan melihat krisis iklim berdampak signifikan terhadap perempuan, terutama meningkatkan kerentanan terhadap kekerasan dan kemiskinan.
Baca lebih lajut »
Kekerasan di Sekolah hingga Pesantren 2024, JPPI: Terbanyak Kekerasan SeksualMayoritas kasus kekerasan di sekolah, madrasah, hingga pesantren pada 2024 merupakan kasus kekerasan seksual. Begini temuannya.
Baca lebih lajut »
Kekerasan Terhadap Anak Di Lingkungan Pendidikan, Sekolah Perlu Lebih DiwaspadaiSeorang pakar menyebut lingkungan pendidikan rentan terhadap kekerasan anak. Durasi interaksi anak dengan guru dan teman sebayanya yang panjang menjadi faktor risiko. Kekerasan fisik, seksual, dan perundungan menjadi perhatian serius. Pemerintah dan sekolah perlu meningkatkan perlindungan anak.
Baca lebih lajut »
Polisi Selidiki Dugaan Kekerasan Terhadap Karyawan Brandoville StudioPolisi masih menyelidiki kasus dugaan kekerasan terhadap karyawan inisial CS yang dilakukan bos perusahaan animasi Brandoville Studio di daerah Jakarta Pusat. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP M. Firdaus mengatakan bahwa pihaknya masih mengusut kasus tersebut. Lebih lanjut, Firdaus belum mengungkap lebih jauh soal dugaan kekerasan terhadap karyawan itu.Sebelumnya diberitakan, polisi menyebut bahwa bos perusahaan game art dan animasi, Brandoville Studio bernama Cherry Lai diduga sudah pergi meninggalkan Tanah Air.
Baca lebih lajut »
UU PKDRT Belum Kurangi Kekerasan Terhadap Perempuan di IndonesiaKomnas Perempuan mengungkapkan bahwa UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) belum sepenuhnya efektif dalam mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Meskipun UU PKDRT menjadi tonggak penting dalam perlindungan perempuan, masih terdapat tiga perempuan yang mengalami KDRT setiap jamnya.
Baca lebih lajut »