Kebenaran Digital: Tantangan dan Peluang Pers di Era Teknologi

News Berita

Kebenaran Digital: Tantangan dan Peluang Pers di Era Teknologi
Kebenaran DigitalEra DigitalJurnalisme
  • 📰 antaranews
  • ⏱ Reading Time:
  • 169 sec. here
  • 12 min. at publisher
  • 📊 Quality Score:
  • News: 99%
  • Publisher: 78%

Era digital menghadirkan tantangan dan peluang bagi pers. Kebenaran yang tidak berbasis fakta menjadi persoalan besar, sementara media daring yang menonjolkan akurasi mulai berkembang. Konvergensi media dan literasi digital menjadi kunci pers untuk tetap relevan dan berdaya saing.

Kebenaran pada masa lalu ditentukan fakta, tapi kebenaran masa sekarang ditentukan oleh sesuatu yang bukan fakta. Hal ini diungkapkan oleh tokoh pers H Dahlan Iskan saat pidato dalam sebuah wisuda di Al-Zaytun, Jawa Barat, pada 20 Mei 2023. Dahlian Iskan menilai fenomena ini sebagai persoalan besar di era digital , karena kebenaran baru yang tidak berbasis fakta itu justru diulang-ulang hingga dianggap benar.

Era digital memang menjadi persoalan ke depan, karena teknologi digital masih menjadi kemajuan teknologi, bukan kemajuan manusia. Manusia tetap merekayasa teknologi digital menjadi sesuatu yang jauh dari benar alias palsu/bohong. Sejatinya, kebenaran lama yang berbasis fakta itu patut dikampanyekan terus, terutama pada Hari Pers Nasional (HPN) 2025. Jurnalisme berbasis fakta itu masih punya keunggulan yakni akurasi, etik, dan dokumentasi. Akurasi, etik/etika pun tak terkalahkan dengan media digital yang justru mengganti etika dengan take down, sehingga data pun hilang, sedangkan kebenaran lama yang disimpan di museum pun tidak lekang oleh waktu. Bahkan fakta historis bisa menjadi bukti dari kebenaran di masa lalu.Namun, munculnya platform digital justru menimbulkan kegelisahan bagi kalangan pers, karena masyarakat mulai melirik media digital sebagai sarana informasi, sehingga terjadi pergeseran dari media ke media digital. Ketersisihan media massa yang berdampak secara bisnis itu agaknya tidak berdampak secara konten (akurasi, etika, dokumen). Pergeseran masyarakat memang akan mengalahkan media massa secara fisik (oplah merosot atau bahkan sekarat), namun secara non-fisik (konten) belum tentu kalah, bahkan menang. Kuncinya, keunggulan media berbasis fakta harus dikelola secara digital dengan melebur ke dalam dunia media digital/sosial, secara teknis dan konten. Itulah yang disebut konvergensi media, yang jika diberi sentuhan kreasi/inovasi akan bisa 'menang'. Secara teknis, media pun harus menjadi platform di perangkat seluler, lalu secara konten harus masuk ke jalur sebaran medsos lewat YouTube. Juga harus memperhatikan informasi yang viral tapi produksi tetap melalui kaidah jurnalistik sebagai keunggulan yang tetap menjadi andalan. Faktanya, dalam 3-4 tahun terakhir, masyarakat yang terpapar medsos pun mulai mencari informasi yang benar, sehingga media daring yang menonjolkan akurasi pun mulai berkembang, meski ada masalah dalam bisnis. Secara bisnis, pengunduh media daring umumnya cuma mau gratis dan menghindari iklan. Selain itu, ada kompetisi dengan 1.500 media daring terverifikasi dan ada 15.500-an yang tak terverifikasi. Masalah lain, kue bisnis sekarang ada pada pemerintahan atau APBN/APBD serta algoritma Google, sehingga ada tantangan independensi. Namun, masalah atau tantangan pers di era digital itu justru dapat menjadi pekerjaan rumah untuk berbenah dan maju secara kualitas serta bertekad mencegah plagiasi dan hoaks. Ya, masalah dan tantangan yang ada itu justru dapat menjadi peluang untuk menguatkan literasi pada masyarakat masyarakat, pemerintah dan 'penguasa' platform digital, seperti Google yang kini mulai berbenah dalam kualitas serta mencegah informasi palsu. Literasi digital menjadi tantangan terbesar era digital, karena masyarakat penghuni dunia digital yang ada saat ini masih mayoritas dari generasi non-digital, tapi tantangan ini bisa menjadi peluang untuk mengampanyekan akurasi atau kebenaran fakta melalui literasi dalam rubrik 'Cek Fakta', kajian 'Kesalehan Digital', dan sebagainya. Selain literasi, gempuran algoritma dari Google sebagai platform digital yang 'mengatur' narasi global perlu diajak kerja sama untuk 'bisnis bersama' (publisher right), sekaligus mendorong pemerintah membuat regulasi untuk mengatur 'media instan' yang bersifat penertiban, bukan menunggu pelaporan saja

Berita ini telah kami rangkum agar Anda dapat membacanya dengan cepat. Jika Anda tertarik dengan beritanya, Anda dapat membaca teks lengkapnya di sini. Baca lebih lajut:

antaranews /  🏆 6. in İD

Kebenaran Digital Era Digital Jurnalisme Literasi Digital Konvergensi Media Pers Media Daring Platform Digital

Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama

Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.

Tabayyun: Menelusuri Kebenaran dalam Era DigitalTabayyun: Menelusuri Kebenaran dalam Era DigitalFilm Tabayyun mengadaptasi novel Ilyas Bachtiar, berfokus pada kisah Zalina (Titi Kamal), seorang ibu tunggal yang dihadapkan pada stigma sosial dan mencari kebenaran di tengah fitnah dan kesalahpahaman. Film ini menyajikan pesan penting tentang tabayyun (klarifikasi informasi) di era digital yang dipenuhi hoaks.
Baca lebih lajut »

Tantangan dan Peluang Media Lokal di Era DigitalTantangan dan Peluang Media Lokal di Era DigitalCEO Volare Advertising Network, Pradhana Harsaputera Sidharta, mengungkap tantangan terkini yang dihadapi agensi dan media massa online, baik mainstream maupun lokal. Perubahan keinginan audien dan klien menjadi faktor utama yang mendorong agensi untuk beradaptasi dengan cepat.
Baca lebih lajut »

Tantangan Pengasuhan di Era Digital: Remaja Lebih Percaya Konten Kreator, Orangtua Harus Apa?Tantangan Pengasuhan di Era Digital: Remaja Lebih Percaya Konten Kreator, Orangtua Harus Apa?Survei internal menunjukkan meskipun remaja sangat aktif di platform digital, banyak yang enggan berbagi pengalaman mereka dengan orangtua.
Baca lebih lajut »

Tantangan dan Potensi Pekerja Gen Z di Era DigitalTantangan dan Potensi Pekerja Gen Z di Era DigitalLaporan terbaru menunjukkan bahwa banyak perusahaan memecat pekerja generasi Z karena kurangnya motivasi, profesionalisme, dan keterampilan komunikasi. Ketua APINDO, Sarman Simanjorang, menjelaskan tantangan unik dalam merekrut generasi Z, seperti kecanduan game dan judi online, serta keinginan untuk fleksibilitas kerja. Meski demikian, Sarman optimistis generasi Z memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada pertumbuhan perusahaan di era kemajuan teknologi.
Baca lebih lajut »

Tantangan dan Peluang AI dalam Era DigitalTantangan dan Peluang AI dalam Era DigitalMeskipun adopsi AI pesat, perusahaan masih dihadapkan pada tantangan dalam tata kelola, kesiapan tenaga kerja, dan integrasi AI dalam bisnis. Studi IBM menunjukkan potensi besar AI untuk inovasi, namun perlu diimbangi dengan etika dan transparansi.
Baca lebih lajut »

Kekerasan Seksual Di Era Digital: Penjara Digital dan Distorsi RealitasKekerasan Seksual Di Era Digital: Penjara Digital dan Distorsi RealitasBerita ini membahas tentang dampak kekerasan seksual di era digital, khususnya bagaimana media sosial memperparah penderitaan korban. Tulisan ini memaparkan konsep 'penjara digital' dan 'distorsi realitas' yang terjadi akibat algoritma media sosial.
Baca lebih lajut »



Render Time: 2025-02-13 06:07:52