Wartawan BBC News Indonesia Trisha Husada menelusuri identitas dan akar budayanya sebagai keturunan Tionghoa di Indonesia yang tidak diberi nama Tionghoa dengan menilik latar belakang keluarga, menemui pakar dan berbagai generasi etnis Tionghoa di Indonesia.
Etnis Tionghoa di Indonesia memiliki sejarah yang rumit di balik nama mereka. Pada masa kolonial Belanda mereka mendapat perlakuan berbeda. Pun ketika Orde Baru berkuasa, etnis Tionghoa di bawah tekanan untuk membuktikan ke-Indonesian-an mereka lewat kebijakan asimilasi.
Musisi Aceh yang karyanya dibredel militer di tengah konflik bersenjata - ‘Disangkakan kita jadi propaganda GAM’Suriname: Mengapa makanan Jawa seperti soto dan pecel sangat populer dan diterima di Suriname? Setiap kali saya bertanya kepada teman-teman saya yang keturunan Tionghoa-Indonesia mengenai apa nama Tionghoa mereka, mereka terkejut karena jarang sekali ada yang menanyakan itu.Saya yang sejak lahir hanya memiliki nama Indonesia, bertanya-tanya mengapa ayah dan ibu tak memberi saya nama Tionghoa. Itu membuat rasa penasaran saya tentang latar belakang keluarga saya berkecamuk.Memasuki ruang tamu, saya melihat salib yang diletakan dalam vas Tionghoa berukiran biru.
Ia menjelaskan bahwa ia dan ayah saya juga tidak mengerti bahasa Mandarin, berbeda dengan kakek-nenek mereka. Sehingga, sulit untuk memberikan anak nama Tionghoa.Investigasi: Skandal AdopsiKeingintahuan saya tentang mengapa banyak warga Tionghoa di Indonesia enggan menggunakan nama Tionghoa membawa saya untuk berbincang dengan Johanes Herlijanto, pengamat kebudayaan dari Universitas Pelita Harapan di Jakarta.
Namun, berbeda dengan Indonesia, nama pertama yang diberikan kepada mereka berupa nama Tionghoa yang mereka tuliskan lengkap dengan tulisan Mandarin alias hanzi. “Misalnya Lee Hsien Loong. Kalau menurut tradisi Tionghoa, Lee itu marga. Lalu Hsien, nama di tengah yang harus sama dengan sepupu-sepupu dia. Sepupunya yang satu generasi pakai Hsien semua.”
Peraturan tersebut menganjurkan agar "nama-nama China" diganti sesuai dengan proses penggantian "nama-nama perseorangan dan nama keluarga Tjina" bagi warga Tionghoa-Indonesia yang tertera dalam Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 127 Tahun 1966. Kebijakan diskriminatif lainnya termasuk larangan merayakan Tahun Baru Imlek di muka umum, larangan berbicara bahasa Mandarin, serta larangan mengamalkan kepercayaan mereka.
Soe Tjen berasal dari keluarga keturunan Tionghoa yang sudah bercampur baur dengan Jawa. Ayah Soe Tjen ditahan dan disiksa selama tiga tahun karena menjadi pengurus Partai Komunis Indonesia di Surabaya. Soe Tjen mengaku sempat merasa malu dengan nama pemberian ayahnya. Karena ia sempat diejek dan dirundung oleh teman-teman sebayanya, sejak ia TK hingga SMA.
Soe Tjen menjelaskan bahwa peraturan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa sebetulnya tak dimulai di era Orde Baru saja, akan tetapi sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Saat itu, masyarakat Tionghoa dan masyarakat lokal dipaksa hidup terpisah. Seorang mahasiswa Tionghoa melindungi dirinya sendiri saat ia dianiaya oleh pemuda Indonesia di Universitas Res Publika pada Oktober 1965.
Ia mengatakan pemerintah saat itu berusaha untuk menghapus identitas Tionghoa dengan memaksakan proses asimilasi lewat peraturan-peraturan ganti nama, pelarangan bahasa serta perayaan dan tradisi Tionghoa. Evi Mariani diberi nama yang artinya "sinar cinta" oleh ayahnya, yang sempat belajar bahasa Mandarin di Taiwan.
Hingga pada masa era Orde Baru, muncul gerakan asimilasi dan integrasi yang sempat membuat opini masyarakat Tionghoa-Indonesia terpecah. Pada era Orde baru, aliran asimilasi mendapatkan dukungan yang kuat dari negara. Sementara kelompok integrasi diidentikkan dengan kelompok yang pro-Beijing atau dekat dengan komunisme.
“Dulu pas zamanku, orang pertama yang menggunakan nama Tionghoa dalam nama Indonesianya itu temanku, dan waktu itu lumayan berani untuk menggunakan nama marganya. Warga keturunan Tionghoa melaksanakan rangkaian sembahyang akhir tahun di Klenteng Besar Tay Kak Sie, Semarang, Jawa Tengah, Jumat . “Nama masih signifikan bagi saya, sehingga teman-teman tahu mungkin ratusan sampai ribuan tahun yang lalu mereka bersaudara, sehingga itu memperkecil timbulnya kesalahpahaman di antara orang. AdaWakil Sekretaris PSMTI, Ardy Susanto Oey, mengatakan bahwa marga Tionghoa dapat menghubungkan masyarakat diaspora Tionghoa dari berbagai belahan duni jika bertemu.
Meski begitu, ia percaya bahwa generasi muda setelahnya semakin giat dan bangga mengenal lebih dalam tentang identitas Tionghoa-Indonesia mereka. Di sana sudah ada banyak perabotan rumah tangga yang bernuansa merah dengan ornamen naga, menyambut Imlek yang akan segera tiba pada 10 Februari nanti. Mathea berjalan melewati marka bertuliskan Gong Xi Fa Chai sebelum kemudian duduk di sofa yang kosong.
“Saya sempat tanyakan ke teman-temanku di grup Discord "nama Chinese kalian apa? Ayo kita tulis nama tampilan kita sebagai hanzi nama Chinese supaya orang bingung,” kata Mathea sambil tertawa.Sentimen yang sama juga dimiliki oleh Charlenne Kayla Roeslie dari Suara Peranakan, sebuah kolektif yang memperkenalkan budaya dan identitas Tionghoa-Indonesia lewat media sosial.
“Artinya Zi Yi itu bertumbuh dan Yi itu dari legenda Tionghoa, kalau tahu legenda soal kue bulan. Yi itu sama persis dengan Yi dalam nama Hou Yi, yang menembak mata hari,” katanya.Pengamat kebudayaan Universitas Pelita Harapan, Johanes Herlijanto, mengatakan bahwa dengan perkembangan budaya dan perubahan dalam masyarakat, cara seseorang mengekspresikan identitasnya pun tidak bisa hanya dilihat dari satu kategori.
”Se-Indonesia-Indonesianya namaku, aku tetap China. Tetap ada siasat yang lebih tersembunyi kalau zaman dulu karena lebih takut. Tapi keinginan untuk keluarkan identitas dan secara kultural megang apa yang diwariskan oleh keluarga itu tetap ada,” ujar Evi.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
459 Cabang BSI di Seluruh Indonesia Layani Weekend Banking Sepanjang Februari 2024Berita 459 Cabang BSI di Seluruh Indonesia Layani Weekend Banking Sepanjang Februari 2024 terbaru hari ini 2024-02-03 14:15:32 dari sumber yang terpercaya
Baca lebih lajut »
Indonesia di Tepi Jurang Tuna Etika Menjelang Pemilu 2024Guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyatakan bahwa Indonesia sedang menghadapi masalah etika dalam politik menjelang Pemilu 2024. Mereka mengkritik penggunaan peralatan publik oleh penguasa untuk kepentingan pribadi atau kelompok, yang melanggar etika dan moral.
Baca lebih lajut »
Leo Rolly Carnando dan Daniel Marthin Juara Indonesia Masters 2024Leo Rolly Carnando dan Daniel Marthin berhasil menjadi juara Daihatsu Indonesia Masters 2024 setelah menghadapi perlawanan sengit dari wakil Denmark Kim Astrup dan Anders Skaarup Rasmussen.
Baca lebih lajut »
HEADLINE: 6 Gunung di Indonesia Meletus Serentak di Januari 2024, Mitigasinya?Belum kering air mata kita dengan petaka Gunung Marapi, Gunung Lewotobi ikut meletus, begitu juga Merapi, Ibu, Semeru, Ili Lewotolok, dan Dukono.
Baca lebih lajut »
Timnas Indonesia vs Timnas Vietnam di Piala Asia 2024Timnas Indonesia akan berhadapan dengan Timnas Vietnam di Abdullah bin Khalifa Stadium, Qatar pada Jumat malam WIB 19 Januari 2024. Duel ini diprediksi akan panas, karena kedua tim berasal dari Asia Tenggara.
Baca lebih lajut »
Gempa Hari Ini Senin 22 Januari 2024: Getarkan Dua Wilayah Indonesia di Awal PekanDi awal pekan, Senin (22/1/2024), lindu kembali menggetarkan sejumlah wilayah Indonesia. Hingga pukul 21.00 WIB, ada dua kali gempa hari ini terjadi di Bumi Pertiwi.
Baca lebih lajut »