Penyandang disabilitas atau siapa pun, jika berhadapan dengan hukum, harus diperlakukan sama. Perlu ada peraturan lebih detail untuk pelaksanaan teknisnya.
Kasus yang menimpa Agus, seorang penyandang disabilitas tanpa tangan, di Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyita perhatian publik dan diberitakan hampir setiap hari di media cetak dan elektronik. Bagaimana mungkin, seorang laki-laki yang tidak memiliki tangan dapat menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap puluhan perempuan yang mengaku sebagai korbannya dan dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Namun, instansi penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan harus memastikan bahwa semua hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam proses peradilan tersebut harus dihilangkan.
Lalu, di level yang lebih konkret ada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Hanya saja, dalam aspek yang lebih teknis, belum ada peraturan yang lebih lanjut terutama di level kepolisian dan Mahkamah Agung . Dalam catatan penulis, berdasarkan Sistem Database Pemasyarakatan, ada 1.092 penyandang disabilitas di Indonesia yang berada di rutan dan lapas. Artinya, angkanya tidaklah sedikit. Dengan peraturan internal dan SOP yang jelas, maka polisi, jaksa, maupun hakim tidak lagi akan kesulitan dan kebingungan jika menghadapi kasus serupa. Selain itu, justru akan melindungi anggota yang bertugas karena bertindak berdasarkan SOP yang tersedia.
Lalu, bagaimana memperlakukan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum? Dalam konteks proses, penyandang disabilitas atau siapa pun harus diperlakukan sama, tidak boleh ada pembedaan. Di Polri belum ada peraturan teknis tentang bagaimana menerjemahkan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam tugas dan fungsi kepolisian.Dari aspek regulasi jaminan hak penyandang disabilitas, sebetulnya Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang sangat lengkap. Ada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Ratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities , lalu ada UU No 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Penegakan Hukum Despan Heryansyah X-Hide-Give-Me-Perspective Utama Sdgs SDG05-Kesetaraan Gender
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Survei 100 Hari Prabowo-Gibran: Penegakan Hukum Diapresiasi, Kesetaraan Hukum DinantiKinerja penegakan hukum masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca lebih lajut »
Komite Disabilitas Tuntut Perbaikan Tempat Penahanan bagi Narapidana DisabilitasKomite Disabilitas merespon keluhan Agus Buntung, seorang narapidana disabilitas yang mengeluhkan kondisi tempat penahanannya. Komite mendesak pihak berwenang untuk memperbaiki fasilitas Rutan agar lebih nyaman dan layak bagi semua narapidana, termasuk mereka yang memiliki disabilitas.
Baca lebih lajut »
Apresiasi Masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah di Bidang Hukum NaikMeskipun meningkat, apresiasi masyarakat terhadap kinerja pemerintah di bidang hukum masih tercatat paling rendah dibandingkan bidang lainnya. Peningkatan signifikan terlihat dalam hal penegakan hukum, terutama dalam pemberantasan korupsi dan penuntasan kasus-kasus hukum. Survei menunjukkan bahwa masyarakat puas dengan kinerja pemerintah dalam hal ini, meskipun masih ada ruang untuk perbaikan dalam aspek kesetaraan hukum, pemberantasan suap, dan jual beli hukum.
Baca lebih lajut »
Ahli Hukum Kritik Munculnya 2 Pasal di RUU KUHAP, Bisa Ganggu Penegakan HukumJPNN.com : Ahli hukum Universitas Brawijaya Prija Djatmika menganggap kemunculan dua pasal ini dalam RUU KUHAP bisa menganggu penegakan hukum. Hapuskan saja.
Baca lebih lajut »
Pakar Hukum Unrika Batam soroti hasil survei kinerja lembaga hukumPakar Hukum Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam Dr Alwan Hadiyanto menyoroti hasil survei yang dirilis tahun 2025 terkait citra lembaga penegak hukum, ...
Baca lebih lajut »
Kasus Pagar Laut 30 Km: Pakar Hukum Tekankan Aspek Hukum dan Pentingnya Perlindungan NelayanPakar Hukum Agraria UGM, Rikardo Simarmata, menyarankan penyelesaian kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan pesisir utara Kabupaten Tangerang difokuskan pada aspek hukum. Ia menekankan pentingnya pemahaman aturan yang tepat agar kasus ini tidak menjerumus ke ranah politik. Kasus ini menunjukkan ketidaksinkronan regulasi pertanahan dan kelautan. Regulasi pertanahan memungkinkan pemberian hak atas tanah di perairan, sedangkan regulasi kelautan belum secara tegas mengatur hal tersebut.
Baca lebih lajut »