Wajar, bapak menentang rencana pernikahanmu itu. Kita orang Jawa, mau nggak mau tetap berpegangan pada kepercayaan 'wong tua'. Cerpen AdadiKompas
Itu hanya mitos belaka. Tetapi, manusia dibentuk oleh lingkungan. Tokoh Kamu mulai sedikit didera rasa cemas dan takut beberapa bulan setelah menikah. Pasalnya, Tokoh Kamu lahir di hari Selasa Pon, yang berarti punya hitungan 10, lantaran Selasa adalah 3 dan Pon itu 7, sedangkan istrinya lahir di hari Senin Legi yang berarti punya hitungan 9, lantaran Senin adalah 4 dan Legi itu 5. Jumlah keduanya menjadi 19.
Dengan nada suaranya yang agak berat, Wa Ujer bercerita tentang anak sepupunya yang mengalami kesialan. Penjumlahan neptu dari anak sepupunya dan istrinya berjumlah 33, yang berarti masuk kategori Padu. Kehidupan keluarga mereka dipenuhi dengan pertengkaran. Hingga para tetangga sudah hafal jam-jam mereka bertengkar. Keluarga kecil itu tidak ayal menjadi bahan gunjingan di pos ronda, di arisan dasa wisma, di pertigaan desa tempat tukang sayur dan ibu-ibu berkumpul setiap pagi.
“Bukannya setiap rumah tangga punya masalah masing-masing, Wa?,” Tokoh Kamu sedikit menghadapkan wajahnya ke Wa Ujer. “Benar, Gah,” Wa Ujer, dengan tetap tenang mencoba memberi pengertian, “Setiap keluarga, atau rumah tangga pasti mempunyai masalah, apapun itu,” Wa Ujer memutuskan untuk duduk di rusbang di ruang tamu rumahnya. “Tetapi, kita juga harus tetap berpegangan pada kepercayaan wong tua,” lanjutnya dengan menatap dalam-dalam ceruk mata Tokoh Kamu.
Tokoh Kamu ikut duduk di rusbang yang terbuat dari kayu jati. “Wa Ujer pernah dengar cerita Samidi dan Siti warga dukuh sebelah?” kali ini Tokoh Kamu seperi akan menguasai pembicaraan sepenuhnya. “Dua orang yang saling mencintai itu gagal lantaran perhitungan weton yang konon jatuh dalam hitungan Sujana,” nada Tokoh Kamu mulai agak meninggi. Dalam kepercayaan Jawa, jika hitungan sepasang suami istri mendapat Sujana, maka rumah tangganya akan dipenuhi pertengkaran dan perselingkuhan.
Waktu terasa begitu cepat. Tokoh Kamu seperti terjerembab di lembah kebingungan paling menyiksa. Ketakutan-ketakutan orangtuanya seolah mewujud dalam kenyataan pahit. Tokoh Kamu tidak pernah membayangkan rumah tangganya akan sekacau itu. Tokoh Kamu tidak pernah membayangkan ramalan tentang kehancuran rumah tangganya akan terjadi. Tokoh Kamu stres berat.