Stigma Kusta Menyeruak: Kisah Prima yang Diabaikan Keluarga Setelah Sembuh

Kesehatan Berita

Stigma Kusta Menyeruak: Kisah Prima yang Diabaikan Keluarga Setelah Sembuh
KustaStigmaPenyakit
  • 📰 BBCIndonesia
  • ⏱ Reading Time:
  • 226 sec. here
  • 11 min. at publisher
  • 📊 Quality Score:
  • News: 115%
  • Publisher: 50%

Kisah Prima Gharti Magar dari Nepal menjadi potret kelam stigma terhadap kusta, di mana orang yang sembuh tetap diasingkan oleh sanak saudara karena rasa takut.

Ketika Prima Gharti Magar turun dari bus setelah dirawat selama 18 bulan di rumah sakit untuk memulihkan diri dari kusta, ia berharap keluarganya dapat menghibur. Namun, Prima justru menghadapi kesunyian. Meskipun staf rumah sakit meyakinkan keluarga Prima bahwa ia telah sembuh dan tidak lagi menular, sanak saudaranya masih terasa takut. 'Saya pikir keadaan akan berubah saat saya sembuh,' kenang Prima. 'Namun, rasa takut dan stigma masih ada. Rasanya tidak seperti di rumah lagi.

' Kusta, yang merupakan salah satu penyakit tertua yang diderita manusia, bukan sekadar penyakit fisik. Bagi banyak orang, kusta adalah penolakan sosial yang harus diderita selama sisa hidup mereka. 'Rasanya bahkan seperti tempat tidur terangkat' – Gempa guncang Tibet, lebih dari 100 orang meninggal dunia Namun, ia tidak dapat melupakan masa-masa tergelapnya, yaitu saat pertama kali mengetahui bahwa dia menderita kusta. Kusta, yang juga dikenal sebagai penyakit Hansen, tercatat mencapai 200.000 kasus baru setiap tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Penyakit itu diyakini dapat menular melalui percikan ludah dari hidung dan mulut saat sering berkontak dekat dengan pengidap yang belum diobati, menurut WHO. Mengenai penularan, WHO menjelaskan: 'Penyakit ini tidak menyebar melalui kontak biasa dengan pengidap kusta seperti berjabat tangan atau berpelukan, berbagi makanan atau duduk bersebelahan.' Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda. Meskipun dapat disembuhkan dengan antibiotik, penyakit ini masih diselimuti mitos dan ketakutan, terutama di daerah terpencil seperti daerah pedesaan di Nepal. 'Ada beberapa kesalahpahaman, seperti percaya bahwa kusta adalah kutukan, konsekuensi dosa, atau hukuman dari Tuhan. Atau ini adalah penyakit yang sangat menular dan tidak dapat disembuhkan,' kata Dr. Mahesh Shah, yang telah merawat pengidap kusta selama lebih dari 30 tahun di Nepal. Di negara tersebut penyakit ini tidak hanya menimbulkan dampak fisik—tetapi juga pengucilan. Pada usia 10 tahun, ketika gejala kusta muncul di kulit Prima, keluarganya mengurungnya di kandang sapi selama tiga bulan karena takut tertular. 'Mereka bilang saya dikutuk,' kenang Prima. 'Saya tidur di tanah yang dingin, ketakutan, dan kelaparan. Bahkan ibu saya tidak mau mendekati saya.' Kakek Prima mengidap kusta dan tidak mendapat perawatan medis. Akibatnya sang kakek ditinggalkan sendirian sampai meninggal dunia di hutan terpencil. Tragedi itu terulang ketika ayah Prima, Tula Gharti Magar, mulai menunjukkan gejala serupa. Mimpi buruk keluarga itu kembali lagi. Karena putus asa mencari kesembuhan, keluarga Prima beralih ke tabib tradisional di desa mereka. Namun, tidak ada yang dapat memberikan kesembuhan secara sempurna. Saat kondisi ayahnya memburuk, ia juga dikurung di kandang sapi, dipisahkan dari keluarga dan masyarakatnya. Sang ayah akhirnya meninggal tanpa pemakaman yang layak dan ditolak oleh warga desa. 'Setelah menyaksikan kematian ayah saya, saya yakin saya ditakdirkan untuk nasib yang sama dan ingin mengakhiri hidup saya sendiri saat berada di kandang sapi. Namun kemudian tanah longsor terjadi, mengubur saya hidup-hidup. Saat itu, saya ingin berjuang untuk hidup saya.' Bagi Amar Timalsina, yang didiagnosis mengidap kusta pada usia 12 tahun, stigma mengikutinya ke mana-mana. Amar dikeluarkan dari sekolahnya hanya satu tahun setelah didiagnosis. 'Selama bertahun-tahun, saya merasa tidak terlihat,' kata Amar. 'Saya tidak hanya melawan penyakit itu; saya juga melawan rasa takut masyarakat terhadap saya.' Ketika gempa bumi mengguncang Nepal, bencana itu menjadi berkah tersembunyi bagi Prima. Dia dibawa ke pusat kesehatan setempat sehingga bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik. Namun, pusat kesehatan tersebut hanya dapat menyediakan persediaan obat untuk satu bulan sekali tebus. Sehingga Prima harus sering bepergian untuk menebus resep obatnya. Setiap perjalanan ia harus menempuh perjalanan selama sehari penuh dengan bus yang dilanjut dengan berjalan kaki pada hari kedua. Musim hujan membawa bahaya tambahan karena banjir dan tanah longsor sering kali menghambat dirinya mendapatkan obat tepat waktu. Akhirnya, Prima bisa meyakinkan pusat kesehatan setempat untuk mengizinkannya menjalani observasi selama seminggu. Dia kemudian dirawat di sana selama 18 bulan setelah dapat meyakinkan staf medis bahwa jika ia pulang, ia akan dikurung di kandang sapi lagi. Selama periode tersebut, hanya dua orang kerabat jauh yang mengunjunginya sekali. Bahkan, sekembalinya ke rumah, ia tidak disambut oleh keluarganya sendiri. Dr. Mahesh Shah menjelaskan, 'Dapson dapat menyebabkan reaksi alergi parah dan perawatan yang tepat sangat penting. Jika tidak, pasien dapat meninggal. Klofazimin dapat menyebabkan diare dan pigmentasi gelap, sehingga pasien mungkin tidak menyelesaikan pengobatan secara tuntas dan ini dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan munculnya stigm

Berita ini telah kami rangkum agar Anda dapat membacanya dengan cepat. Jika Anda tertarik dengan beritanya, Anda dapat membaca teks lengkapnya di sini. Baca lebih lajut:

BBCIndonesia /  🏆 42. in İD

Kusta Stigma Penyakit Nepal Penyembuhan Penderita

Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama

Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.

Perundungan Anak Penderita Kanker Diperburuk StigmaPerundungan Anak Penderita Kanker Diperburuk StigmaPerundungan pada anak penderita kanker diperburuk stigma pada kanker anak yang masih beredar, seperti penyakit kanker ialah kutukan atau kanker menular.
Baca lebih lajut »

Stigma Kanker Anak Memperburuk PerundunganStigma Kanker Anak Memperburuk PerundunganPerundungan pada anak penderita kanker diperburuk oleh stigma yang masih beredar, seperti kanker merupakan kutukan atau penyakit menular. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Toilet training yang tertunda pada anak juga dapat menyebabkan penolakan untuk buang air besar, konstipasi, dan masalah kontrol kandung kemih.
Baca lebih lajut »

Perundungan Anak Penderita Kanker Dipengaruhi StigmaPerundungan Anak Penderita Kanker Dipengaruhi StigmaBerita ini membahas tentang perundungan yang dialami anak-anak penderita kanker dan hubungannya dengan stigma yang masih beredar mengenai penyakit kanker. Stigma seperti kanker sebagai kutukan atau penyakit menular turut memperburuk kondisi penderita kanker.
Baca lebih lajut »

Stigma Kanker dan Kepercayaan Publik terhadap PolriStigma Kanker dan Kepercayaan Publik terhadap PolriBerita ini membahas tentang stigma kanker anak yang masih beredar dan perundungan yang dialaminya. Terdapat pula pembahasan tentang kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang menurun dan upaya untuk memperbaikinya.
Baca lebih lajut »

Komnas HAM: Stigma Kanker dan Malaadministrasi KTPKomnas HAM: Stigma Kanker dan Malaadministrasi KTPKomnas HAM menyoroti perundungan pada anak penderita kanker akibat stigma yang masih beredar dan mengusulkan juknis perjanjian kinerja untuk meningkatkan layanan administrasi kependudukan. Terdapat potensi malaadministrasi dalam proses pencetakan KTP elektronik (e-KTP) karena target kinerja hanya berdasarkan data penduduk yang telah memiliki NIK, sehingga belum menyasar masyarakat yang belum memiliki NIK.
Baca lebih lajut »

Stigma Kanker Anak Berlanjut, Perundungan MeningkatStigma Kanker Anak Berlanjut, Perundungan MeningkatStigma kanker anak yang masih beredar, seperti kanker merupakan kutukan atau menular, diperburuk perundungan terhadap anak penderita kanker.
Baca lebih lajut »



Render Time: 2025-02-13 19:07:29