Istilah ini sebenarnya bukan barang baru, karena pada 1955 sudah dikenalkan John McCarthy yang mendefinisikannya sebagai ilmu dan teknik
yang berbasis sistem komputer. pembuatan mesin cerdas. Keberadaan sistem ini pun menimbulkan diskursus yang menarik bagi kalangan intelektual dan pecinta teknologi canggih. Bagai pisau bermata dua, AI menawarkan kemudahan dan kecepatan. Namun pada sisi yang lain, ada isu hak cipta yang terciderai karena teknologi AI.X. Tagar #TolakGambarAI menggambarkan perjuangan keadilan yang dilakukan publik, khususnya para seniman dan kreator.
Padahal, sebelum AI banyak digunakan untuk menghasilkan gambar, para seniman cukup dilindungi dengan adanya undang-undang hak cipta yang termaktub dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2014. Dalam beleid itu, diatur bagaimana hak eksklusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi, serta sejumlah aturan lain terkait hak cipta, termasuk gugatan ganti rugi.dan politisasi yang terjadi dalam praktiknya, jelas telah menimbulkan keresahan dan penolakan.
Dalam kampaye politik, penggunaan gambar AI jelas memberikan keuntungan pada pihak tertentu. Terutama dalam menciptakan kesan atau citra yang unik, menarik dan tentunya murah. Pemesan gambar kini tak perlu lagi bernegosiasi dengan seniman untuk menciptakan suatu karya. Pemesan gambar kini cukup menggunakan AI, tinggaldan beres. Jadilah gambar-gambar itu yang digunakan sebagai alat untuk mengenalkan politikus pada masyarakat.
Hal ini seharusnya disadari oleh sang tokoh politik atau tim suksesnya. Bahwa penggunaan AI sebagai alat kampanye, bukanlah strategi yang bijaksana dan tepat. Penggunaan AI justru menjadi bumerang yang bisa menimbulkan citra negatif terhadap dirinya, menjelang masa-masa pemilihan umum. Bukan hanya citra negatif, bahkan tuntutan hukum bisa saja muncul bila ada pelanggaran hak cipta yang serius dan merugikan orang lain.
Kesadaran itu seharusnya dimiliki, apalagi sejumlah pengakuan jujur dari bos perusahaan gambar AI di dunia, telah tersebar di internet pada pertengahan 2023. Misalnya saja pernyataan dari Kepala Kebijakan Publik Stability AI, Ben Brooks saat menghadiri Sidang Komite Kehakiman Senat tentang kecerdasan buatan dan hak cipta. Dia mengaku menggunakan miliaran gambar tanpa meminta persetujuan pemilik hak cipta untuk melatih generator gambar AI Stable Diffusion .
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Cara Menyelamatkan Diri dari Puting Beliung, Simak Pula Proses TerjadinyaAngin puting beliung adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan 120 km/jam atau lebih.
Baca lebih lajut »
Baliho Kampanye dan Kultur Visual dalam Ruang PublikBaliho kampanye para politikus menyerbu ruang publik dengan volume dan kuantitas yang superlatif. Kultur visual menjadi kebutuhan setiap orang dalam era ini, di mana foto dapat mengonstruksi identitas individu dan kelompok sosial.
Baca lebih lajut »
Pemilu 2024: 'Aniesbubble' ramaikan kampanye - Sebesar apa kekuatan fandom K-pop dalam membuat gerakan politik?Keterlibatan fandom K-pop di Indonesia dalam pertarungan Pilpres 2024 setelah kemunculan akun aniesbubble di media sosial X, disebut pengamat politik 'mengejutkan' karena belum pernah terjadi di pemilu-pemilu sebelumnya.
Baca lebih lajut »
Anies Baswedan Dukung Kampanye dengan TikTok dan Dapat Dukungan dari Komunitas K-PopCalon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, mendapatkan dukungan tak terduga dari komunitas K-Pop di Indonesia dengan menggunakan media sosial TikTok sebagai bagian dari kampanyenya.
Baca lebih lajut »
36 Hari Kampanye, Jawa dan Sumatera Paling Banyak Dikunjungi Tiga CapresKetiga capres berkampanye sepanjang 28 November 2023 hingga 2 Januari 2024 dengan lokasi mayoritas di Jawa dan Sumatera.
Baca lebih lajut »
Pembuat Efek Visual India Enggan Membuat Deepfake untuk Kampanye PemiluDivyendra Singh Jadoun, seorang pembuat efek visual di India, menolak untuk membuat deepfake untuk kampanye pemilu karena khawatir akan dampaknya terhadap proses pemilihan.
Baca lebih lajut »