Setelah capim KPK Johanis Tanak yang ingin meniadakan OTT KPK jika kelak terpilih sebagai ketua, kini salah satu calon anggota Dewas KPK menilai OTT KPK tak relevan.
JAKARTA, KOMPAS — Setelah usai melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada 10 calon pimpinan KPK, Komisi III DPR mulai melakukan proses pendalaman terhadap 10 calon anggota Dewan Pengawas atau Dewas KPK, hari ini. Sama seperti saat uji kelayakan capim KPK, ada salah satu calon anggota Dewas yang juga menilai operasi tangkap tangan atau OTT KPK tak lagi relevan. Siapa dia?
Menurutnya, OTT yang selama ini dilakukan KPK tak lagi relevan dengan pemberantasan korupsi. Meski sempat mengubah paradigma, KPK perlu berkembang dalam menangani kasus-kasus korupsi. ”Caranya agar tidak ada sekat? Tentunya adanya hubungan harmonis dan sinkronisasi antara pimpinan dan Dewas KPK. Mungkin bisa tiga bulan sekali atau enam bulan sekali mengadakan pertemuan,” jelasnya.Adapun calon anggota Dewas KPK lainnya, Mirwazi, dalam paparannya, menyampaikan ada perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam internal KPK yang berujung pada pembentukan kelompok atau geng. Mereka memeras para tahanan KPK untuk mendapatkan keuntungan.
Mengingat penempatan pegawai KPK itu terlalu lama, terlalu lama di suatu tempat, sehingga mereka melakukan kolusi, nepotisme di dalamnya untuk membuat suatu geng yang bisa memeras tahanan untuk bisa mendapatkan keuntungan bagi mereka. Pada saat bersamaan, laporan perlu relevan dengan kasus ataupun topik terkait, serta tepat waktu. Apabila laporan sudah kedaluwarsa, maka kekuatan laporannya menjadi tidak bermanfaat dan sia-sia. Selain itu, KPK juga menjamin keamanan dan kerahasiaan para pelapor.
Saat uji kelayakan capim KPK, kemarin, salah satu kandidat, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengutarakan pernyataan kontroversial, bahwa dia akan menghapus OTT KPK jika terpilih menjadi Ketua KPK 2024-2029. Alasannya, OTT KPK dinilai tidak sesuai dengan aturan di Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana .
Penyidik KPK, menurutnya, harus mampu menganalisa dan mendeteksi kasus korupsi yang besar dan melibatkan organ strategis bangsa. ”Dengan berkembangnya modus kejahatan yang canggih, beragam, dan berskala besar, maka metode OTT tidak lagi mumpuni untuk memerangi hal tersebut,” tutur Staf Ahli Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
Menurut purnawirawan polisi berpangkat Komisaris Besar itu, penempatan personel KPK dalam sebuah tugas cenderung terlalu lama. Kondisi ini memicu kerentanan berupa tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme di antara pegawai. Lebih jauh, hal ini berujung pada pemerasan terhadap tahanan-tahanan KPK.
Aktual Capim Kpk Dewas Kpk Kpk Johanis Tanak Komisi 3 Dpr
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Johanis Tanak Ingin Meniadakan OTT KPK, ICW Sebut Menyesatkan dan Hanya untuk Ambil Hati DPRICW mengomentari pernyataan Capim KPK Johanis Tanak ingin meniadakan OTT jika terpilih sebagai Ketua KPK.
Baca lebih lajut »
Capim Johanis Tanak Ingin Hapus OTT KPK, Komisi III DPR Tepuk TanganCalon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengaku siap menghapus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang biasa dilakukan lembaga antirasuah.
Baca lebih lajut »
Capim KPK Johanis Tanak Ingin OTT Ditiadakan, Ini AlasannyaBerita Capim KPK Johanis Tanak Ingin OTT Ditiadakan, Ini Alasannya terbaru hari ini 2024-11-19 17:44:58 dari sumber yang terpercaya
Baca lebih lajut »
Ini Alasan Capim KPK Johanis Tanak Ingin Hapus OTT jika TerpilihCapim KPK, Johanis Tanak, menilai OTT tidak relevan dan tidak sesuai dengan KUHAP.
Baca lebih lajut »
Capim KPK Johanis Tanak ingin OTT ditiadakan karena tak sesuai KUHAPCalon Pimpinan (Capim) KPK Johanis Tanak menginginkan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK ditiadakan karena tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Kitab ...
Baca lebih lajut »
Komisi III DPR Cecar Capim KPK Johanis Tanak Soal OTT: Ada Pejabat Bilang Itu Kampungan'Apakah OTT untuk ke depan ini masih relevan untuk Pak Johanis Tanak atau seperti apa?,'
Baca lebih lajut »