Semangat PPDB yang tadinya memeratakan keadilan justru melahirkan kecurangan-kecurangan baru.
Meski tak pintar sungguh, sekolah saya boleh dikata berjalan lancar. Sewaktu SD, walau sering kali telat masuk kelas karena diajak angon bebek oleh Bapak di lokasi yang jauh, saya tetap naik kelas. Bahkan dengan nilai pas-pasan, saya bisa lulus tes masuk ke SMPN 1 Negara,Sewaktu berangkat untuk ujian masuk sekolah, yang jaraknya kira-kira 4 kilometer tahun 1977, tepat di depan pompa bensin, sepeda saya ditabrak mobil. Hampir saja saya tergelincir ke tengah sawah yang penuh air.
Oh ya, perihal mengikuti tes di SMA itu, saya berangkat bersama Komang Tri, sama-sama mengayuh sepeda. Berangkat pula seorang remaja anak sepupu jauh Bapak, yang rumahnya tak jauh dari rumah kami. Anak ini selalu menjadi kebanggaan bapaknya, sebab sering menjadi juara di sekolahnya. Kebetulan kami bertiga mendapat ruangan yang sama saat tes.
Seingat saya, Bapak tak begitu merespons omelan sepupu jauhnya itu. Tahun 1980-an, isu tentang jatah-jatahan bagi pejabat dan sogok-sogokan oleh pejabat untuk masuk sekolah menengah itu sudah berembus kencang. Sistem seleksi dengan mengikuti tes masuk sekolah, seperti juga yang diikuti anakku kemudian ketika masuk SMAN 70 Jakarta, tak membuat para ”petualang” berdiam diri.
Sejak tahun 2017 Kemendikbud menerapkan sistem baru bernama penerimaan peserta didik baru . Dalam sistem ini, pemerintah memperkenalkan penerimaan siswa berdasarkan zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua. Selama tujuh tahun pelaksanaannya, PPDB tak pernah sepi dari karut-marut.Sebuah laporan di media sosial menyebutkan, seorang ayah bernama Billy Adhiyaksa membawa tongkat kayu seukuran 1 meter di sebuah jalan di Kota Bogor.
Tentu dalam rentetan itu, uang yang bicara. Setelah KK didapat, perkara belum selesai, orangtua harus mengeluarkan uang sampai puluhan juta rupiah untuk ”jalur setengah”, maksudnya lewat belakang. Belum lagi, tuan rumah yang ditumpangi KK juga harus memperoleh bagian. Ketiga, orangtua mengutamakan anak-anak untuk membantu pekerjaannya sebagai petani. Anak-anak sekolah berarti berkurang tenaga untuk mengolah tanah dan memelihara padi. Mungkin saya termasuk yang dikecualikan. Bapak memang mengajakmaksudnya, berkemah di persawahan sampai ke desa-desa tetangga demi mengangon bebek. Makanya, jika kebetulan pondok kami jauh dari sekolah, aku sering kali terlambat masuk kelas.
Sekolah Favorit Kecurangan Ppdb Ppdb 2024
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Aleix Espargaro: Tak Adil jika Jorge Martin Tak Promosi ke DucatiDucati masih mempertimbangkan pebalap keduanya untuk 2025. Rider Aprilia Aleix Espargaro mendukung Jorge Martin menjadi tandem baru Francesco Bagnaia.
Baca lebih lajut »
Tak Masalah Menantu Tak Pandai Masak, Dewi Yull Justru Beri Respon Tak TerdugaArtis senior Dewi Yull tiba-tiba jadi perbincangan publik setelah hubungannya dengan menantu perempuannya, Merdianti Octavia, terungkap.
Baca lebih lajut »
Blak-blakan sebut Tak Semua Buruh Wajib Ikut Tapera, Kemnaker: Tak Kenal Maka Tak SayangBerita Blak-blakan sebut Tak Semua Buruh Wajib Ikut Tapera, Kemnaker: Tak Kenal Maka Tak Sayang terbaru hari ini 2024-05-31 17:04:41 dari sumber yang terpercaya
Baca lebih lajut »
Penyelidikan Subsidi Mobil Listrik oleh Uni Eropa Dinilai Tak AdilPenyelidikan anti-subsidi terhadap impor kendaraan listrik dari China dianggap terlalu selektif.
Baca lebih lajut »
Musim Baru The Boys, Pertarungan Supes VS Nonsupes Berebut Kekuasaan PolitikPertarungan melawan kekuatan jahat manusia super tak hanya menggunakan otot tapi juga memanfaatkan jalur politik.
Baca lebih lajut »
Menteri Bahlil Kena Semprot DPR, Izin Tambang Ormas Tak Adil Bagi Masyarakat Adat!Menurut Dedi, jika negara ingin menghargai perjuangan rakyatnya, izin tambang juga perlu direalisasikan untuk organisasi yang mewakili hak masyarakat adat setempat.
Baca lebih lajut »