PBB Setujui Konvensi Soal Kejahatan Siber, Mengapa Aktivis HAM-Perusahaan Teknologi Menentang?

Digital Berita

PBB Setujui Konvensi Soal Kejahatan Siber, Mengapa Aktivis HAM-Perusahaan Teknologi Menentang?
Hak Asasi ManusiaKejahatan SiberPengawasan Publik
  • 📰 hariankompas
  • ⏱ Reading Time:
  • 78 sec. here
  • 8 min. at publisher
  • 📊 Quality Score:
  • News: 51%
  • Publisher: 70%

Konvensi PBB ini dikhawatirkan menjadi alat untuk pengawasan publik secara global dan digunakan negara untuk menindas.

Setelah proses negosiasi yang berlangsung tiga tahun, negara-negara anggota menyetujui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Kejahatan Siber melalui konsensus di Markas Besar PBB di New York, AS, Kamis waktu setempat atau Jumat dini hari waktu Indonesia.Kesepakatan dicapai setelah pembahasan terakhir yang berlangsung dua pekan. Selanjutnya, konvensi itu akan diserahkan kepada Majelis Umum PBB untuk diadopsi secara resmi.

”Alih-alih membatasi perjanjian untuk mengatasi kejahatan yang dilakukan terhadap sistem, jaringan, dan data komputer, seperti peretasan atau ransomware, judul perjanjian tersebut mendefinisikan kejahatan dunia maya mencakup kejahatan apa pun yang dilakukan dengan menggunakan sistem teknologi informasi dan komunikasi,” kata Direktur Eksekutif Human Rights Watch Tirana Hassan dalam pernyataannya di laman Human Rights Watch, 7 Agustus 2024.

Sejumlah kelompok yang rentan menjadi sasaran penindasan dengan konvensi itu antara lain jurnalis, aktivis, kaum LGBT, para pemikir, dan kritikus. “Konvensi itu akan menjadi bencana bagi hak asasi manusia dan merupakan momen gelap bagi PBB,” kata Brown.Pemimpin delegasi Cybersecurity Tech Accord Nick Ashton-Hart juga menyayangkan komite yang mengadopsi konvensi tersebut tanpa membahas kelemahan-kelemahan utama di banyak negara.

Menurut catatan Human Rights Watch, penggunaan undang-undang kejahatan siber untuk menjerat warga yang kejahatannya tak terkait dengan kejahatan siber telah terjadi di banyak negara.Pada Juni 2020, pengadilan Filipina menghukum Maria Ressa atas pencemaran nama baik di internet. Maria Ressa adalah jurnalis pemenang Nobel asal Filipina dan pendiri situs berita Rappler. Ia dijerat dengan Undang-Undang Pencegahan Kejahatan Dunia Maya.

Delegasi Rusia menyatakan, perjanjian tersebut terlalu jenuh dengan perlindungan hak. Mereka menuduh negara-negara lain mengejar tujuan dangkal dan mementingkan diri sendiri dengan dalih nilai-nilai demokrasi.

Berita ini telah kami rangkum agar Anda dapat membacanya dengan cepat. Jika Anda tertarik dengan beritanya, Anda dapat membaca teks lengkapnya di sini. Baca lebih lajut:

hariankompas /  🏆 8. in İD

Hak Asasi Manusia Kejahatan Siber Pengawasan Publik Perserikatan Bangsa-Bangsa Penindasan

Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama

Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.

PBB: Lima sekolah PBB di Gaza terkena serangan dalam 10 hari terakhirPBB: Lima sekolah PBB di Gaza terkena serangan dalam 10 hari terakhirSebanyak lima sekolah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai badan PBB terkena serangan bom di Gaza dalam 10 hari belakangan, kata ...
Baca lebih lajut »

Fadli Zon Serukan Reformasi PBB saat Temui Presiden Majelis Umum PBBFadli Zon Serukan Reformasi PBB saat Temui Presiden Majelis Umum PBBKetua Delegasi Badan Kerja Sama Antar-Parlemen atau BKSAP DPR RI, Fadli Zon melakukan kunjungan kehormatan ke Presiden Majelis Umum PBB, HE. Dennis Francis di Markas PBB.
Baca lebih lajut »

Ketua BKSAP Fadli Zon Temui Presiden Majelis Umum PBB, Serukan Reformasi PBBKetua BKSAP Fadli Zon Temui Presiden Majelis Umum PBB, Serukan Reformasi PBBBerita Ketua BKSAP Fadli Zon Temui Presiden Majelis Umum PBB, Serukan Reformasi PBB terbaru hari ini 2024-07-16 20:04:38 dari sumber yang terpercaya
Baca lebih lajut »

Jokowi Ogah Komentar soal DPR Setujui RUU Wantimpres Jadi Dewan Pertimbangan AgungJokowi Ogah Komentar soal DPR Setujui RUU Wantimpres Jadi Dewan Pertimbangan AgungPresiden Jokowi enggan memberikan komentar terkait RUU Nomor 19 Tahun 2006 tentang Wantimpres yang disetujui oleh DPR menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Baca lebih lajut »

Konflik Antar Suku di Papua Nugini Tewaskan 26 Orang, Termasuk 16 Anak-anakKonflik Antar Suku di Papua Nugini Tewaskan 26 Orang, Termasuk 16 Anak-anakPBB sebelumnya telah memperingatkan soal fenomena meningkatnya kekerasan antar suku di Papua Nugini.
Baca lebih lajut »

Puan Berharap PBB Hormati Keputusan ICJ Soal IsraelPuan Berharap PBB Hormati Keputusan ICJ Soal IsraelPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diminta menghormati keputusan Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) soal Israel.Ketua DPR RI Puan Maharani
Baca lebih lajut »



Render Time: 2025-02-21 04:24:44