Keberadaan sikerei bukan hanya sebagai tabib atau dukun bagi masyarakat adat Mentawai di Sumatra Barat. Mereka memiliki peran penting melestarikan Arat Sabulungan—sistem kepercayaan, pengetahuan dan perilaku Suku Mentawai. Namun, minimnya regenerasi membuat jumlah sikerei kian menyusut.
Aman Deun duduk meringkuk menahan sakit yang menusuk-nusuk perutnya di teras rumah. Sesekali ia meringis, mencengkeram erat bantal kecil yang dipakainya untuk mengganjal bagian bawah perut.Suaranya nyaris tenggelam oleh riuh air hujan.
Dia mengaku baru kali ini merasakan sakit yang begitu mengganggu, sampai-sampai dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia bahkan tak kuasa untuk masuk ke hutan mencari tanaman obat sendiri. “Sudah empat bulan keadaannya begitu. Awalnya perutnya sakit, lalu lemas, dan akhirnya sulit untuk makan,” kata Menggeu Kerei, istri Bajak Leket.
Selain terpikat ombak Mentawai untuk berselancar, banyak pula turis lokal dan mancanegara datang ke Siberut untuk mencicipi sendiri pengalaman hidup di dalam hutan. Dan tentu saja, untuk melihat sikerei. Tubuh Sabarial, 35 tahun, bergerak naik-turun di atas perahu penumpang yang melaju melawan gelombang ke Pulau Siberut.
Sudah satu tahun belakangan ia tak pulang kampung, tetapi begitu mendengar sang ayah mengeluh sakit, ia memutuskan pulang. “Keinginan saya menjadi sikerei adalah untuk mengobati keluarga. Sehingga ketika ada yang sakit, tidak harus memanggil sikerei lain. Ini keinginan dari hati, tidak ada yang memaksa,” kata Aman Alangi.Proses menjadi sikerei ini tidak mudah. Menurut Sabarial, ayahnya butuh satu tahun untuk melalui berbagai tahapan dan belajar ramuan obat-obatan, ritual adat, urai, dan tarian.
“Saya tahu kemampuan anak-anak saya. Mereka tidak yakin mampu menjadi sikerei seperti saya, maka lebih baik menyekolahkan mereka,” tukas Aman Alangi. “Saat itu, berat bagi saya menerima kenyataan bahwa ayah saya seorang sikerei. Dalam praktiknya, ayah saya memiliki tato. Pun ketika ada upacara adat, beliau juga harus makan babi,” kata Sabarial.
Hari semakin sore, tetapi Aman Alangi masih merasa ngilu di lututnya. Lalu tanpa tanda ataupun aba-aba, dia berdiri dan menghentakkan kaki, menggetarkan lantai kayu di rumah panggungnya. Data resmi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Mentawai mencatat ada 54 sikerei di Desa Matotonan, Buttui, dan Taileleu di Siberut Selatan.
"Sekarang, penobatan sikerei hampir tidak ada di desa-desa yang saya datangi sejak 22 tahun lalu," ujar Tarida Hernawati “Saat disidang ke tiga kalinya, baru saya terima. Sebelumnya selalu saya tolak, sampai bapak saya marah besar,” ia melanjutkan.Hariadi Sabulat kedua dari kiri, 'dipaksa' ayahnya untuk menjadi sikerei.Hariadi juga berkewajiban memberi imbalan untuk sang guru berupa tiga ekor babi besar, sebidang kebun sagu, dua pohon durian, dua bidang lahan kelapa, dua lahan kebun keladi, dua ekor ayam jantan, dan dua keranjang ayam berisi induk dan anak ayam yang sudah besar.
Aman Deun telah bersiap sejak fajar mulai merekah dan kabut mulai menipis dari udara pagi Matotonan. Ini hari yang penting untuknya.Warga mulai berdatangan, dari anak-anak hingga orang tua, memenuhi uma, rumah besar orang Mentawai yang juga berfungsi sebagai balai desa.Sebanyak 20 orang sikerei dan para sikalabai—istri sikerei—duduk berjajar, mengenakan pakaian kebesaran masing-masing.
“Lewat saja penyakit menular, lewat saja semua penyakit, lewat saja hal-hal buruk, lewat saja ular, jangan datang.”Menjelang siang, hidangan pesta mulai disiapkan. Kuali-kuali besar dengan kuah menggelegak berisi babi. Sagu dalam buluh bambu dibakar. Keladi direbus dan disajikan dengan daging kelapa parut. Makan siang dihidangkan dalam piring-piring kayu panjang.berlangsung hingga malam hari. Puncaknya adalah upacara untuk mengusir pittok atau roh jahat.
“Dengan majunya zaman, peran sikerei mulai tergeser. Maka, kami mencoba memaksimalkan potensi desa untuk mempertahankan ,” ujarnya.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Perkara Pohon Sagu, Dua Warga di Mentawai Meninggal DibacokPolisi masih berupaya menangkap tersangka yang bersembunyi di ”uma” di pedalaman dusun.
Baca lebih lajut »
Polisi Periksa Jenazah Korban Pembacokan Akibat Konflik Antarwarga di MentawaiDua warga meninggal dunia dan satu lainnya luka berat akibat pembacokan dalam konflik antarwarga terkait pohon sagu di Dusun Buttui, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Polisi masih memburu pelaku yang berinisial BKS alias AG.
Baca lebih lajut »
Legislator: Pembangunan Mentawai harus memerhatikan kearifan lokalAnggota DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Albert Hendra Lukman mengingatkan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Mentawai harus memerhatikan nilai-nilai ...
Baca lebih lajut »
Bagaimana Penanganan Mentawai Usai Lepas Status Daerah Tertinggal?'Monitoring secara serius perlu dilakukan ketika status daerah tertinggal itu dilepaskan dari Kabupaten Kepulauan Mentawai,' kata Aidinil.
Baca lebih lajut »
Pakar: Pemerintah pantau Mentawai usai lepas status daerah tertinggalPakar kebijakan publik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat Aidinil Zetra mengatakan pemerintah pusat dan provinsi harus tetap melakukan pemantauan ...
Baca lebih lajut »
Padang dan Mentawai Perkuat Sinergi Hadapi Ancaman MegathrustPENJABAT Pj Wali Kota Padang Andree Algamar menekankan sinergi antardaerah harus diperkuat untuk menghadapi potensi bencana
Baca lebih lajut »