“Aku dulu main (menyelundupkan benur lobster) 36 kali, enggak pernah kena. Semuanya sudah terencana dan banyak kawan,' LiputanInvestigasi AdadiKompas
“Udang ilegal itu. Harus hati-hati jugo . Di situ ada mafia,” ucapnya sambil berbisik dengan logat melayu Jambi yang kental. Saat itu IA ditemui di salah satu dermaga di Nipah Panjang pertengahan Mei lalu.
Di kampung-kampung sepanjang pesisir timur Jambi hingga Riau, ada begitu banyak anak sungai yang saling silang menyerupai jalan tikus, hingga akhirnya bermuara di laut. Orang setempat menyebutnya parit. Alur sungai itu menjadi akses vital warga untuk mengangkut hasil perkebunan mereka, seperti kelapa dan pinang. Tak sedikit warga yang mendirikan dermaga di belakang gudang kelapa atau rumah mereka yang berada di tepi anak sungai.
Dengan upah Rp 5 juta sekali jalan, benur dia angkut dari rumahnya di pinggir sungai lalu membawanya ke Batam. IN hanya menggunakan pompong. “Di Batam sudah ada kapal cepat 800 PK yang menunggu untuk membawa benur ke Singapura,” tutur IN. Warga menunggu para penangkap benur lobster kembali ke Pantai Cisolok, Palabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat .
Melalui Tinn, keduanya yang baru keluar dari pekerjaannya di Jakarta diminta berangkat ke Jambi dari Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Di bandara itu pula keduanya bertemu untuk pertama kali dengan Kong Hui Ping.