Dalam perspektif sifat dan corak hukum adat dapat dipergunakan dalam menemukan karakter hukum adat agar tidak salah langkah ketika ingin melakukan penguatan.
DESA ADAT sebagai persekutuan hukum adat sudah ada sebelum bangsa Belanda ada di Indonesia. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indoensia keberadaan persekutuan hukum adat yang diberi sebutan Adatrechtsgemeenschappen diakui keberadaannya sebagai masyarakat tradisional, yaitu persekutuan yang tumbuh dan berkembang dari masyarakatnya sendiri bukan karena proses penetapan dari pemerintahan diatasnya.
Salah satu identitas hukum adat adalah “perbedaan”, sehingga implikasinya tiap desa adat memiliki hukum adatnya sendiri-sendiri dan cara bertindaknya juga diadaptasi mengikuti tempat, waktu dan kondisinya, yaitu relevan dengan konsep desa, kala dan patra yang ditemukan dan dikembangkan oleh Koesnoe .
Bali sejak terbitnya UU No. 5 Tahun 1979 sebagai badai jilid I masih tetap mampu mempertahankan keberadaan Desa Adat yang bersifat otonom dan otohton. Jadi perlu disadari bahwa Bali yang memiliki dualitas dalam system pemerintahan desa, yaitu disatu sisi ada “pemerintahan Desa Dinas” dan disisi lain ada “Desa Adat” yang bercirikan tradisional yang adaptatif menjadi salah satu keunikan dan keunggulan Bali kalau mau disadari. Jadi memiliki karakternya sendiri sebagi pencirinya.
Apa yang dapat dicermati dari fenomena pada masa colonial ini, tidak lain adalah keberadaan “Desa Adat” dan integrasinya dengan “Agama Hindu dengan Hukum Adat ” dalam konsep “reciptio in complexu”.
Corak ini sangat relevan dengan “etikad baik” yang diperlukan sebagai dasar mengukur sah tidaknya perbuatan hukum dan hasilnya yang kemudian diwujudkan dalam sebauah ilikita, yaitu relevan dengan corak visual sebagai pantulan dari cara berpikir yang terwujud dalam hukum adat, yaitu bahwa dalam hal-hal tertentu senantiasa dicoba dan diusahakan supaya hal-hal yang dimaksud, diingini ataupun dikehendaki ditransformir atau diberi wujud suatu benda atau ditetapkan dengan suatu tanda yang kelihatan.
Oleh karena itu sangat keliru ketika Perda yang dicanangkan untuk menguatkan desa adat dibuat rigid dan mengunifikasi perbedaan sebagai karakter hukum adat seperti Perda 4/2019. Dalam praktek hukum adat, tidak ada suatu soal yang tidak dapat dicari penyelesaiannya, karena hukum adat dapat mencari penyelesaian dengan tidak mempergunakan aturan detail yang pre-existen.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Menghapus Rajah, Memaknai HijrahPara peserta program penghapusan tato gratis di Jakarta itu melihat upaya menghilangkan rajah sebagai langkah berhijrah, yakni menjadi pribadi lebih baik di hadapan keluarga, agama, dan masyarakat. Metropolitan AdadiKompas
Baca lebih lajut »
Alasan Reformasi Peradilan Datangkan Krisis Serius Bagi Israel |Republika OnlineIsrael dalam cengkeraman salah satu krisis internal paling serius dalam sejarah
Baca lebih lajut »
Desa Adat Sumber Klampok Serahkan Kasus Nyepi Ke Pihak BerwajibDesa Adat Sumber Klampok, Buleleng, Bali, putuskan akan menyerahkan seluruh penyelesaian insiden saat nyepi ke pihak yang berwajib.
Baca lebih lajut »
Setelah Ramai Dikritik, Biden Nyatakan Mengecam Penembakan di SekolahDalam sehari, tiga siswa dan tiga anggota staf tewas dalam penembakan sekolah di Nashville, AS.
Baca lebih lajut »
Karya Ngenteg Linggih kembali Digelar, Bupati Tabanan: Upaya Pelestarian Adat dan BudayaBupati Tabanan mengatakan bahwa digelarnya kembali Karya Ngenteg Linggih sebagai upaya pelestarian adat dan budaya.
Baca lebih lajut »