Artikel ini membahas dampak kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% terhadap ekonomi Indonesia. Dibahas pro dan kontra kebijakan ini, serta tinjauan historis terkait kenaikan PPN sebelumnya.
Mampukah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen menjadi penggerak ekonomi melalui optimalisasi pendapatan negara, atau justru akan menjadi pengerem ekonomi yang melemahkan daya beli dan sektor riil? Pemerintah berdalih, langkah menaikkan tarif PPN diperlukan guna meningkatkan penerimaan negara demi pembiayaan pembangunan berkelanjutan. Namun, bagi masyarakat kecil, kebijakan ini menyulut kekhawatiran baru.
Harga barang dan jasa yang kian melonjak menjadi beban berat, terutama di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Keputusan pemerintah untuk meningkatkan tarif PPN bukanlah langkah yang diambil tanpa dasar. Sejak awal diterapkannya sistem PPN di Indonesia pada 1984, kebijakan ini dirancang sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara. Dalam beberapa dekade terakhir, PPN menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas fiskal. Ketika defisit anggaran meningkat, seperti yang terjadi selama pandemi Covid-19, pemerintah berupaya mencari cara untuk menutup celah pendanaan tanpa terlalu membebani kelompok berpenghasilan rendah. Pilihan untuk menaikkan PPN, dibandingkan pajak lainnya, karena PPN dianggap memiliki basis yang lebih luas dan efisien dalam pengumpulan. Namun, sejarah juga mencatat, setiap kali terjadi kenaikan tarif PPN, respons masyarakat tak pernah sederhana.Pada tahun 2001, ketika tarif PPN naik dari 10 persen menjadi 11 persen, terjadi peningkatan inflasi sebesar 1,2 persen yang langsung memukul daya beli masyarakat. Situasi serupa terjadi pada 2022 ketika PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen, dengan lonjakan inflasi mencapai 4,2 persen. Dengan memahami histori ini, kita dapat melihat mengapa pemerintah memilih kebijakan ini meski menyadari potensi risiko ekonomi yang menyertai. Dampak dari kebijakan ini dapat dilihat dari berbagai perspekti
ECONOMY TAXATION INFLATION GOVERNMENT POLICY POVERTY
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
PBB Bisa Ditunda Hingga Ekonomi Membaik, Ini Kata Esther Sri AstutiDirektur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, berpendapat bahwa kenaikan tarif PPN dapat ditunda hingga kondisi ekonomi membaik. Ia menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengusulkan pembatalan kenaikan tarif PPN kepada DPR RI atau menerbitkan Perppu. Esther juga mengutip contoh Malaysia yang mengalami dampak buruk akibat kenaikan tarif PPN dan akhirnya menurunkan kembali tarif tersebut.
Baca lebih lajut »
Prabowo Resmi Terapkan Kenaikan PPN untuk Barang Mewah, Berikut Target Penerimaan PPN Tahun DepanPemerintah resmi menerapakan kenaikan PPN tahun depan untuk barang mewah. Berikut target PPN tahun depan
Baca lebih lajut »
Catatan Industri Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Soal Kenaikan Tarif PPNIndustri ekonomi kreatif dan pariwisata akan terdampak secara langsung dan tidak langsung akibat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai. Apa kata mereka?
Baca lebih lajut »
Apa Dampak Kenaikan Tarif PPN ke Pasar Modal?Pemerintah bertekad menerapkan kenaikan tarif PPN selektif dari 11 persen ke 12 persen mulai awal 2025. Apa dampaknya ke pasar modal?
Baca lebih lajut »
Hadi Poernomo Mendesak Pemerintah Membatalkan Kenaikan Tarif PPN 12%Hadi Poernomo, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, menyarankan pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan tarif PPN 12% dan menggantikannya dengan sistem perpajakan berbasis self-assessment dengan monitoring.
Baca lebih lajut »
Tarif Netflix dan Spotify Naik per 2025, Imbas Kenaikan PPN 12 PersenDJP mengatakan layanan hiburan seperti Netflix dan Spotify termasuk dalam kategori yang kena tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 perse pada tahun 2025.
Baca lebih lajut »