Nikmati artikel jurnalistik bermutu dari Financial Times di Tempo digital, satu satunya media yang mendapat lisensi menerbitkan kembali artikel FT dalam bahasa Indonesia. Ini salah satu artikelnya.
Zhang Lelin , software engineer dari Cina, merasa tak nyaman berada di Silicon Valley saat ia pertama kali mendengar adanya penggerebekan besar yang dilakukan oleh FBI di rumah tetangganya, sesama warga Cina, pada 2019 lalu.
Ini bukanlah kali pertama ketakutan pemerintah Amerika Serikat terhadap teknologi berubah menjadi kecurigaan terhadap imigran dengan koneksi ke Cina. Pada 1999 silam, seorang peneliti berkewarganegaraan Taiwan-Amerika, Wen Ho Lee, yang bekerja di laboratorium perancangan bom nuklir Los Alamos, ditangkap karena dicurigai menjadi mata-mata untuk Beijing. Dia ditempatkan di ruang isolasi selama sembilan bulan.
Menurut Kevin Wolf, pengacara kontrol ekspor dan asisten sekretaris Departemen Perdagangan pada masa kepresidenan Obama, ketakutan semacam ini terlalu prematur. “Karena aturan-aturan yang baru diyakini akan didesain spesifik untuk menjawab ancaman keamanan nasional seperti yang disyaratkan oleh undang-undang kontrol ekspor."
Beberapa insinyur Cina yang sudah mencapai posisi puncak pada struktur perusahaan teknologi di Amerika Serikat mulai mempertimbangkan ulang posisi mereka semenjak ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina memuncak belakangan ini. Insinyur-insinyur Cina utamanya mengeluhkan kondisi seputar visa kerja mereka yang memaksa mereka untuk semakin bergantung pada perusahaan mereka bekerja, terlepas dari perlakuan buruk atau tidak adil yang mereka alami.
Parahnya, satu nyawa sudah melayang karena ketegangan baru ini. Pada bulan September 2019, seorang insinyur Cina yang bekerja untuk Facebook, Qin Chen , bunuh diri dengan cara melompat dari atas gedung kantor Facebook di Menlo Park. Satu minggu setelah kejadian itu, ratusan insinyur - yang kebanyakan asal Cina - dari berbagai perusahaan teknologi the Valley berkumpul di tempat kejadian dan meneriakkan.
“Di Amerika Serikat, banyak manajer asal India yang telah menempati posisi CEO di perusahaannya, tapi dalam berbagai hal, ini masih menjadi semacam penghalang bagi mereka yang berasal dari Cina,” ucap Hans Tung, managing partner GGV Capital, di sebuah konferensi pers di Beijing sebelum bertanya pada co-founder Zoom, Eric Yuan, “Apa yang menurutmu bisa dilakukan?”
“Ini adalah aturan main di Amerika Serikat,” kata Zhang Yue, seorang insinyur Google yang juga mengorganisir gala malam tahun baru Cina dan klub atletik lokal.
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
HUT RI, Kedutaan Besar Cina Persembahkan Lagu Bengawan Solo |Republika OnlineDuta Besar Cina menyanyikan lagu Bengawan Solo dengan bahasa Indonesia.
Baca lebih lajut »
Industri Otomotif Indonesia Optimis Kembali Bergairah di Semester IIMasih potensial, industri otomotif Indonesia diperkirakan mampu bergairah di semester II/2020.
Baca lebih lajut »
Hasil Babak Pertama Sevilla vs Manchester United, Penalti Fernandes Berhasil Dibalas Suso, Skor 1-1 - Tribunnews.comBerlangsung di Stadion RheinEnergie, laga antara Sevilla versus Manchester United sementara masih berkedudukan imbang 1-1.
Baca lebih lajut »
Jalan Panjang Kemerdekaan Industri Ponsel di RIKemerdekaan industri ponsel di RI agar mampu membuat seluruh komponen secara mandiri masih panjang.
Baca lebih lajut »
Pemilik Klub Basket Louvre Mau Beli Deltras?Erick Herlangga berusaha melebarkan sayap ke industri sepakbola Indonesia. Dia sebelumnya sudah berhasil menancapkan taring di industri Game Online dan Basket.
Baca lebih lajut »
Cek fakta: Kamala Harris Ingin Lembagakan Hukum Syariah? |Republika OnlineKamala Harris diserang isu akan lembagakan hukum syariah di Amerika Serikat.
Baca lebih lajut »