Buku adalah jendela dunia, sebuah metafora lawas yang terdengar klise. Namun di Papua, majas itu menemukan pemaknaan yang sebenarnya. Sejumlah anak muda mengirimkan buku-buku ke pedalaman, dan menghadirkan jendela untuk melihat dunia, bagi anak-anak Papua.
Biasanya, kompleks sekolah milik Yayasan Pendidikan Terpadu Muliama selalu sepi setelah jam sekolah usai. Namun, kini ada daya tarik baru yang membuat siswa sekolah itu datang di sore hari: sebuah perpustakaan.
Muliama adalah distrik kecil di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan. Jaraknya sekitar 20 kilometer dari Kota Wamena. Kata Elius, ada jalan penghubung antara kedua wilayah. Dari Wamena, kendaraan bermotor bisa sampai ke Muliama. Namun, masih banyak juga yang menempuh jarak itu dengan berjalan kaki.
“Supaya bisa dikunjungi anak-anak lagi, jadi kami membutuhkan buku-buku lebih banyak lagi. Selain itu, ada beberapa sekolah lain yang juga bisa dibagikan buku,” kata Elius.Buku-buku di perpustakaan yang dikelola Elius tentu tak datang dengan sendirinya. Buku-buku itu dikumpulkan oleh Yayasan Hano Wene, yang diprakarsai sejumlah anak muda Papua. Yayasan yang berdiri sejak 2017 di Jayapura itu, bahkan mengumpulkan buku dari luar Papua, sebelum mengirimkannya ke berbagai pelosok.
“Kita punya sumber daya manusia masih sangat tertinggal jauh, dan program-program seperti ini yang sangat dibutuhkan saat ini di Papua. Saat ini di Papua banyak pembangunan, banyak proyek, banyak investasi. Namun semua itu dikelola dan dikerjakan oleh orang luar Papua, dan orang papua sendiri tersingkirkan karena tidak punya skill,” kata dia ketika ditanya mengapa merasa perlu mendirikan Hano Wene dan berkiprah di sektor pendidikan.
“Kadang, tempat yang mau kita bantu itu sangat jauh sekali. Jadi harus kita bawa jalan kaki buku-buku tersebut,” papar Neas sambil menambahkan, bahwa penguasaan bahasa suku lokal dan pendekatan budaya juga sangat penting. “Tiba di sana, kita gunakan perahu kole-kole dengan motor jonson, letak geografis di sana juga sangat sulit. Kita lewati anak sungai kecil, baru tiba di tepat tujuan. Tiga jam naik perahu kecil,” tambah dia.
Agus menegaskan, minat baca adalah hasil dari berfungsinya sekolah atau lembaga pendidikan dengan baik. Di sisi lain, statistik dari hasil penelitian UNICEF beberapa waktu lalu di Papua mencatat, angka kemangkiran atau ketidakhadiran guru di provinsi ini cukup tinggi, di atas 30 persen. Angka kemangkiran kepala sekolah lebih tinggi dari itu.
Papua Literasi Indonesia Hano Wene
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Hardiknas 2024, Anak-Anak Pesisir dari Aceh Hingga Papua Raih Sumber LiterasiRegenerasi di kalangan nelayan dan komunitas pesisir merupakan sebuah keniscayaan sekaligus langkah strategis untuk menjawab tantangan di masa datang.
Baca lebih lajut »
Fuji Diam-diam Beri Bantuan ke Anak-anak Papua, Sikapnya Dipuji SelangitFuji tanpa koar-koar kirim bantuan.
Baca lebih lajut »
Momen Prajurit TNI Bagi-bagi Uang dan Jajanan ke Anak-anak di Papua, Ternyata Titipan dari FujiJajanan dan uang dari Fuji tersebut dibagikan untuk anak-anak Papua yang berada di Distrik Kombut.
Baca lebih lajut »
Tips Pilih Sekolah Untuk Anak Autis, Tidak Harus Selalu Masuk SLBAnak autis pun bisa saja didaftarkan ke sekolah reguler gabung dengan anak-anak normal.
Baca lebih lajut »
Anak-anak PAUD hingga SMA Rentan Jadi Korban Pornogarfi AnakMayoritas korban pornografi anakberusia 12-14 tahun Hal ini menjadi perhatian serius pemerintah
Baca lebih lajut »
Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Daya Ingatkan Cagub dan Cawagub Harus Orang Asli PapuaCagub-cawagub pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 harus orang asli Papua (OAP) sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.
Baca lebih lajut »