Pastor Fritz Meko SVD mengajarkan anak-anak di pedalaman kalimantan dengan cara menulis di tanah, kemudian menulis dibuku, dan membagikan buku kepada anak-anak. ia juga menulis 13 buku sudah terbit, dan empat buku siap. Sosok AdadiKompas
Godefridus Meko SVD memiliki kepedulian yang besar terhadap literasi untuk anak-anak di pedalaman Sanggau, Kalimantan Barat. Tak ada pena dan kertas, tanah pun bermanfaat untuk berliterasi. Dia mengajar menulis dengan jari di tanah kepada lebih dari seribu anak-anak yang tersebar di 67 kampung pedalaman.
Dalam kurun waktu lima tahun di sana, Fritz menyaksikan cukup banyak warga pedalaman masih buta huruf termasuk anak-anak usia sekolah. Wilayah tempat tinggal mereka berbatasan dengan Malaysia.Ia prihatin dengan kondisi itu, kemudian mencari cara paling sederhana, menyelamatkan generasi muda di sana."Cara paling sederhana adalah mengajarkan mereka menulis langsung di tanah dengan jari, memperkenalkan abjad A sampai Z. Salah menulis langsung dihapus.
Lebih dari 1.000 anak mengikuti kegiatan literasi menulis di tanah. Satu kampung ada sekitar 20 anak dan remaja berusia 6-17 tahun. Sayangnya, tidak semua anak bisa mengikuti pelajaran karena harus mengikuti orangtuanya di kebun atau berburu ke hutan. Setelah beberapa kali pertemuan, Fritz membawa beberapa kertas berisi tulisan abjad berukuran 40x30 sentimeter. Tulisan itu digantung di salah satu rumah warga, tempat anak-anak belajar kelompok.
Kini, Fritz bisa tersenyum lega bila melihat anak didiknya ada yang berhasil. Beberapa dari mereka ada yang bekerja di perkebunan kelapa sawit, dan perusahaan kayu. Saat itu mereka tidak mendapatkan pendidikan formal karena sekolah dasar dan menengah belum ada. Mereka yang sempat mengikuti pendidikan formal setelah sekolah hadir, kini sudah berhasil menjadi guru, perawat, kepala desa, dan bahkan anggota DPRD.
Alumnus STFK Ledalero Maumere ini mengatakan, tahun 1992 Romo Mangunwijaya ke Maumere, beberapa hari setelah tsunami. Romo Mangun mengingatkan Fritz agar menemukan karakter berkarya, membaca roman, novel, puisi, dan bagaimana berbicara yang berdaya dihadapan orang lain. “Otonomi pikiran perlu dibentuk dan dibangun,” tutur putra Timor ini.Salah satu buku puisi berjudul"Kasut Lusuh" karya Fritz Meko dipamerkan di Kupang, Sabtu .