Awalnya ekonomi, akhirnya lumpur. Hidup penduduk hancur, jalan-jalan terendam, dan arus kehidupan di kawasan itu lumpuh total. ArsipKompas AdadiKompas LumpurLapindo
di harianedisi 4 Oktober 2006 berikut ini diterbitkan kembali untuk mengingatkan kita pada peristiwa kebocoran sumur pengeboran gas di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, juga menjadi bahan refleksi bersama pentingnya memperhatikan dampak ekologi dari suatu proyek pembangunan.
Ada yang menyedihkan bagaimana tragedi itu bermula. Seperti yang terjadi dalam banyak relasi antara perusahaan dan masyarakat setempat, persoalannya selalu dianggap ”biasa”. Apa yang terjadi antara Freeport dan warga setempat? Atau antara Newmont dan warga Buyat? Semua pernah meledak dan tetap bermasalah, tetapi kemudian terselip dalamJika tragedi itu secara langsung disebabkan instansi negara, deretan kritik segera menyergap pemerintah.
Awalnya ekonomi, akhirnya lumpur. Hidup penduduk hancur, jalan-jalan terendam, dan arus kehidupan di kawasan itu lumpuh total. Soalnya lebih rumit, dan kerumitan itu berakar dari psikologi kolektif kita. Menunjuk banyak tragedi yang disebabkan oleh tindakan eksternalisasi biaya perusahaan tentu tidak populer. Padahal, populer atau tidak populer bukanlah soalnya. Fakta degil yang muncul dari kinerja eksternalisasi biaya itu jelas-jelas terjadi, dan akan terus berulang apabila tidak ditemukan solusi.
Yang menarik adalah hubungan problematis antara kinerja perusahaan dan hidup warga setempat itu terjadi dalam bayang-bayang banyak diskusi yang belakangan ini gencar dilakukan mengenai tanggung jawab perusahaan . Semua wacana itu baik adanya, tetapi belum menusuk jantung soalnya, yaitu CSR bukan sekadar tindakan amal dan bukan pula kehendak sosial perusahaan untuk beramal.