Artikel ini membahas isu pergeseran dinamika politik Indonesia dalam lima tahun terakhir dan potensi ancaman terhadap demokrasi. Diungkap bagaimana praktik vetokrasi dan ilegalitas dalam pemerintahan dapat meruntuhkan fondasi demokrasi.
Mencermati dinamika politik (kekuasaan) dalam lima tahun terakhir, termasuk pada pemerintahan seumur jagung Prabowo Subianto, apakah demokrasi Indonesia memiliki masa depan? Bagaimana kekuatan politik “tersisa” seharusnya merawat harapan akan demokrasi dan demokratisasi? Budiman Tanuredjo dalam “Pemerintahan Bayangan” dan Masa Depan Demokrasi (4/1/2025) mengutip Syarif Hidayat yang menganalisis kemungkinan masa depan demokrasi Indonesia buram karena demokrasi hanya jadi obyek pengelolaan
manajemen elite. Dalam artikel ringkas di Kompas (30/1/2024) berjudul “Menghindari Jebakan Vetokrasi”, penulis sebelumnya menekankan bahwa salah satu potensi patogen yang mencolok dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dalam lima tahun terakhir adalah vetokrasi. Menyitir Fukuyama (2018), vetokrasi adalah kemampuan kelompok kepentingan untuk memblokir tindakan kolektif warga. Aspirasi kolektif rakyat bisa diveto oleh hanya sekelompok orang. Vetokrasi itu kini hadir dalam praktik legislasi di DPR yang ugal-ugalan, merontokkan penegakan hukum sebagai ikhtiar mewujudkan keadilan, meruntuhkan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK), serta memberikan keistimewaan dan pengutamaan. Jelang setahun setelah Pemilu 2024 dan sebulan setelah pelantikan presiden hasil Pemilu 2024, “pemerintahan bayangan” dan vetokrasi terus bekerja dalam hiruk pikuk pembentukan kabinet pemerintahan supergemuk, drama-drama pemberantasan korupsi, dan proyek pembangunan negara, terutama Proyek Strategis Nasional (PSN) yang meminggirkan warga yang lemah lagi rentan. Dalam penyusunan Kabinet Merah Putih (KMP), yang ilegal diakomodasi, minimal dengan utak-atik hukum demi memenuhi hasrat politik. Salah satu yang sangat mencolok, bagaimana regulasi, terutama Undang-Undang (UU) TNI, dilanggar dan disiasati sedemikian rupa demi mengangkat seorang mayor TNI menjadi Sekretaris Kabinet. Pilihan yang diberikan di awal untuk koruptor bertobat dan mengembalikan harta yang dikorupsi, tidak ada interpretasi logis lain dari pernyataan Presiden selain Presiden memberikan peluang untuk mengampuni dan memaafkan koruptor. Intensi demikian bertentangan dengan hukum. UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 4 pada pokoknya menegaskan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana dan pemidanaan pelaku tindak pidana korupsi. Kasus pemagaran laut “secara misterius oleh pihak tak dikenal” tetapi diduga kuat berkaitan dengan PSN Pantai Indah Kapuk 2 kian menegaskan fenomena ilegalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Pagar laut itu bertentangan dengan hukum. Langkah penyegelan atas pagar laut itu kini merupakan langkah absurd. Pernyataan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho kepada media pada 10 Januari 2025 terkait penyegelan itu merupakan pernyataan sikap pemerintah yang ambigu dan lemah. Pung menyatakan, “Kami ingin memberikan kesempatan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk membongkar sendiri. Namun, jika tidak, kami akan ratakan pagar ini.” Tak logis kalau aparat pemerintah tidak mengetahui siapa yang memasang pagar sepanjang lebih kurang 30,16 kilometer tersebut. Skandal pagar laut patut diduga merupakan kelindan negara dan investasi, yang melibatkan aparat pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan dunia usaha. TNI Angkatan Laut (AL) bersama nelayan merobohkan pagar laut yang ada di kawasan Tanjung Pasir. Pagar laut yang membentang 30,16 kilometer itu dirubuhkan dengan cara diikat menggunakan tali lalu ditarik oleh perahu. Banyak lagi praktik-praktik ilegalitas yang melibatkan negara melalui aparaturnya. Mereka menjadikan hukum sebagai kendaraan kepentingan ekonomi-politik belaka. Implikasi bagi demokrasi Implikasi dari banalisasi ilegalitas yang melibatkan negara akan memasifkan praktik legislasi yang menghamba pada kekuasaan politik. Fenomena tersebut disebut oleh para ahli di dalam demokrasi, tetapi dengan perilaku antidemokrasi dengan atribut utama penggunaan UU untuk melayani kekuasaan, kepentingan kekuasaan terselundup ke dalam klausul yang tampaknya telah memberdayakan warga negara, serta penyimpangan atau penyalahgunaan hukum dan kesewenang-wenangan.
Demokrasi Indonesia Vetokrasi Ilegalitas Pemerintahan Politik
Indonesia Berita Terbaru, Indonesia Berita utama
Similar News:Anda juga dapat membaca berita serupa dengan ini yang kami kumpulkan dari sumber berita lain.
Kualitas Demokrasi Indonesia TurunIndeks demokrasi Indonesia dan indeks demokrasi global menunjukkan penurunan kualitas demokrasi di Indonesia pada tahun 2023.
Baca lebih lajut »
Natalius Pigai Akui Tak Memiliki Istri dan Memiliki Tiga PacarMenteri HAM Natalius Pigai membuat kontroversi dengan mengakui tidak memiliki istri selama 13 tahun dan memiliki tiga pacar.
Baca lebih lajut »
Pemahaman Demokrasi Indonesia Di Era KontemporerArtikel ini membahas tentang pemahaman demokrasi Indonesia di era kontemporer. Sejumlah akademisi, termasuk Syarief Hidayat, mengkonfirmasikan terjadinya stagnasi demokrasi Indonesia. Hal ini didukung oleh data Indeks Demokrasi Indonesia 2009-2020. Pemahaman demokrasi Indonesia di era kontemporer dibahas dengan mengacu pada pandangan para ahli seperti Winters (2013), Warburton dan Aspinal (2019), dan Saiful Mujani & Liddle (2021).
Baca lebih lajut »
Kualitas Demokrasi Indonesia MenurunIndeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2023 menurut berbagai indeks, termasuk Indeks Demokrasi Indonesia dan indeks demokrasi global dari The Economist Intelligence Unit (EIU).
Baca lebih lajut »
Erick Thohir Interview Kluivert saat Natal, Pandji Khawatir Pemain Timnas Tak Bisa Pulkam saat LebaranSecara terbuka, Pandji tidak mau memiliki pelatih Timnas Indonesia yang tidak memiliki nilai kekeluargaan.
Baca lebih lajut »
Patrick Kluivert Tiba, Diiringi Sorak 'Indonesia, Indonesia, Indonesia'Patrick Kluivert telah mendarat di Indonesia, tepatnya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Sabtu (11/1/2025) petang.
Baca lebih lajut »